Kolombo (ANTARA News) - Pemerintah Kolombo hari Jumat menyatakan akan mengajukan protes kepada AS terkait tuduhannya bahwa pemboman militer Sri Lanka menewaskan ratusan keluarga selama tahap akhir perang saudara di negara pulau itu.

Seorang pejabat senior kementerian luar negeri mengatakan bahwa tuduhan itu, yang disampaikan Kamis di Twitter Kedutaan Besar AS, akan dibahas dengan Duta Besar Keadilan Kriminal Global Stephen Rapp.

"Menteri kami (G. L. Peiris) akan membahasnya secara langsung dengan Duta Besar Rapp," kata pejabat itu kepada AFP.

"Itu tuduhan yang tidak berdasar. Tidak beralasan," tambah pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

Rapp tiba di Sri Lanka pada Senin dalam kunjungan lima hari untuk membahas catatan hak asasi Sri Lanka dan upaya rekonsiliasi lima tahun setelah berakhirnya perang etnik.

Kedutaan Besar AS memasang di Twitter sebuah foto Rapp dan Duta Besar Michele Sison di bekas zona perang Sri Lanka dengan judul, "St Anthanys Ground - lokasi pembunuhan ratusan keluarga oleh pemboman militer pada Januari 2009."

Sejumlah diplomat AS di Kolombo mengatakan kepada AFP, tweet itu mencerminkan kebijakan hak asasi ketat Washington terhadap Sri Lanka.

Baik pasukan pemerintah maupun gerilyawan Macan Tamil dituduh membunuhi warga sipil selama perang separatis 37 tahun.

Pasukan Sri Lanka meluncurkan ofensif besar-besaran untuk menumpas kelompok pemberontak Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) pada 2009 yang mengakhiri perang etnik hampir empat dasawarsa di negara tersebut.

Namun, kemenangan pasukan Sri Lanka atas LTTE menyulut tuduhan-tuduhan luas mengenai pelanggaran hak asasi manusia.

Pada September 2011, Amnesti Internasional yang berkantor di London mengutip keterangan saksi mata dan pekerja bantuan yang mengatakan, sedikitnya 10.000 orang sipil tewas dalam tahap final ofensif militer terhadap gerilyawan Macan Tamil pada Mei 2009.

Pada April 2011, laporan panel yang dibentuk Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mencatat tuduhan-tuduhan kejahatan perang yang dilakukan kedua pihak.

Sri Lanka mengecam laporan komisi PBB itu sebagai "tidak masuk akal" dan mengatakan, laporan itu berat sebelah dan bergantung pada bukti subyektif dari sumber tanpa nama.

Sri Lanka menolak seruan internasional bagi penyelidikan kejahatan perang dan menekankan bahwa tidak ada warga sipil yang menjadi sasaran pasukan pemerintah. Namun, kelompok-kelompok HAM menyatakan, lebih dari 40.000 warga sipil mungkin tewas akibat aksi kedua pihak yang berperang.

PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala.

(Uu.M014)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014