Dari hasi pengembangan perkara juga atas nama RAC (Ratu Atut Chosiyah), penyidik juga telah menemukan dugaan sangkaan korupsi yang baru...terkait tugas dan fungsi yang bersangkutan sebagai Gubernur Banten."
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengenakan pasal pemerasan terhadap Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan sarana dan prasarana alat kesehatan provinsi Banten 2011-2013.

"Dari hasi pengembangan perkara juga atas nama RAC (Ratu Atut Chosiyah), penyidik juga telah menemukan dugaan sangkaan korupsi yang baru yaitu pasal 12 huruf e atau a atau pasal 12 huruf b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1, terkait tugas dan fungsi yang bersangkutan sebagai Gubernur Banten," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin.

Pasal 12 huruf e adalah mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Ancaman pidana bagi orang yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Artinya dalam kasus ini, selain memaksa atau memeras orang lain sehingga mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri, Atut juga menyalahgunakan kewenangan sebagaimana sangkaan pertama KPK kepada Atut dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang berasal dari pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

Selain pasal penyalahgunaan wewenang, KPK juga menyangkakan kepada Wawan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari dua UU TPPU pencucian uang, yakni UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta UU No 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Pasal 3 dan pasal 4 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang, tersangka juga diduga melanggarpasall 3 ayat 1 dan atau pasal 6 ayat 1 UU No/2002 tentang TPPU jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," tambah Johan.

Ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Saat ini KPK juga sedang melakukan pelacakan aset yang terkait dengan Wawan.

Artinya Atut menjadi tersangka dalam tiga kasus di KPK yaitu dugaan korupsi pengadaan alkes Banten, dugaan penerimaan gratifikasi dalam pengadaan alkes Banten dan dugaan suap kepada mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait dengan pilkada Lebak, sedangkan Wawan menjadi tersangka untuk empat kasus yaitu pemberian suap terkait pilkada Lebak dan korupsi Alkes Kedokteran Umum di Puskesmas kota Tangerang Selatan tahun anggaran 2012, korupsi pengadaan alkes provinsi Banten dan tindak pidana pencucian uang

Badan Pemeriksa Keuangan setidaknya menemukan tiga indikasi penyimpangan dalam pengadaan alat kesehatan di Banteng yang mencapai Rp30 miliar.

Ketiga penyimpangan itu adalah alat kesehatan tidak lengkap sebesar Rp5,7 miliar; alat kesehatan tidak sesuai spesifikasi sebesar Rp6,3 miliar dan alat kesehatan tidak ada saat pemeriksaan fisik sebanyak Rp18,1 miliar. (D017)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014