Jakarta (ANTARA News) - Pemenang tender pengadaan "driving" simulator uji klinik pengemudi roda dua dan roda empat Korlantas Polri, Budi Susanto divonis delapan tahun penjara dan denda Rp500 juta ditambah pidana uang pengganti sebesar Rp17,13 miliar.

Budi Susanto menjabat sebagai Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (TP CMMA).

"Menyatakan terdakwa Budi Susanto terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan menjatuhkan hukuman penjara 8 tahun ditambah pidana denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Amin Ismanto dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa yang meminta agar Budi divonis 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta ditambah pidana uang pengganti sebesar Rp88,4 miliar.

"Ditambah menjatuhkan hukuman pidana uang pengganti sebesar Rp17,13 miliar yang bila harta yang bersangkutan tidak mencukupi maka akan dipidana selama 2 tahun penjara," tambah Amin.

Putusan tersebut berdasarkan dakwaan pertama yang berasal dari pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan ataas UU No 31 tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai bahwa Budi memang memperkaya diri sendir dan korporasi.

"Permintaan untuk pembayaran simulator sebanyak 100 persen sebelum pekerjaan selesai dan memberikan sejumlah uang untuk mendapatkan tender tersebut maka

perbuatan itu dapat dikualifikasi memperkaya diri sendiri sehingga unsur memperkaya diri sendiri ada dalam terdakwa," ungkap hakim.

Namun hakim tidak sependapat dengan tuntutan jaksa untuk mewajibkan Budi membayar uang pengganti hingga Rp88,4 miliar.

"Unsur merugikan keuangan negara dan harus membayar uang pengganti sebanyak Rp88,4 miliar asumsi penuntut umum dan tidak berdasarkan bukti-bukti," tambah hakim.

Budi dinilai mengatur pengajuan anggaran simulator R2 Rp80 juta per unit sebanyak 700 unit dan simulator R4 senilai Rp260 juta per unit sebanyak 556 unit.

Budi juga mengajukan Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp101 miliar ke Bank BNI dengan menjaminkan surat perintah kerja (SPK) pengadaan simulator R2 dan R4 dan tanggung renteng dengan jaminan atas fasilitas kredit padahal saat pengajuan kredit tersebut SPK belum ada.

Setelah mendapatkan modal kerja tersebut, Budi lalu memerintahkan Sukotjo mentransfer uang Rp8 miliar kepada Primkoppol, Rp4 miliar yang dikirimkan kepada masing-masing Djoko Susilo Rp2 miliar dan Budi Susanto Rp2 miliar, Sukotjo lalu membawa uang Rp2 miliar tersebut dalam kardus ke kantor Djoko di Korlantas Polri.

Atas permintaan Djoko, Sukotjo dan anak buah Djoko Susilo, Ni Nyoman Suhartini menyusun harga perhitungan sendiri dengan menggelembungkan harga.

Budi kemudian meminta Sukotjo menyediakan uang Rp1 miliar atas perintah Djoko Susilo untuk diberikan kepada Irwasum. Ia kemudian mendesak pelaksanaan pencairan anggaran padahal berkasnya belum lengkap dan dijawab Djoko Susilo agar permintaan terdakwa dibantu padahal pekerjaan belum selesai 100 persen.

Satu minggu seusai pencairan anggaran R2 sebesar Rp48,76 miliar tersebut, staf Budi datang ke Korlantas Polri dan menitipkan uang sebesar Rp30 miliar dibungus dalam 4 kardus untuk diberikan kepada Djoko Susilo.

Padahal dalam pengecekan, diketahui bahwa 700 unit simulator R2 belum terpenuhi karena 85 unit masih dalam proses perakitan dan 200 unit masih dalam proses

pengepakan, tapi setelah Budi meminta uang kepada Sukotjo sebesar Rp1,5 miliar untuk diberikan kepada tim preaudit dari Itwasum Polri sehingga merekomendasikan PT CMMA sebagai pemenang lelang simulator R4.

Dalam kasus total kerugian keuangan negara akibat perbutan Budi adalah Rp144,98 miliar sebagai mana perhitungan kerugian keuangan negara oleh ahli dari BPK RI.

Baik Budi maupun jaksa penuntut KPK menyatakan pikir-pikir terhadap vonis tersebut.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014