Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan pergerakan nilai tukar rupiah yang sekarang dalam kisaran 12.000 per dolar AS, lebih disebabkan oleh faktor eksternal karena kebijakan"tapering off" The Fed (Bank Sentral AS).

"Fenomena pergerakan nilai tukar didorong oleh faktor eksternalnya, minggu lalu hampir semua emerging market mata uangnya kena (pelemahan)," ujarnya di Jakarta, Rabu.

Chatib mengatakan, meskipun masih berada pada kisaran 12.000 per dolar AS, namun nilai mata uang tersebut relatif stabil karena pemerintah berhasil memperbaiki fundamental ekonomi dengan menekan defisit neraca transaksi berjalan.

"Rupiah itu 12.000-12.100 berarti relatif lebih stabil, ini karena faktor domestik cukup membendung tekanan lebih jauh. Mungkin kalau tidak ada perbaikan pada domestik, bisa terjadi pressure lebih tinggi," ujarnya.

Menurut Chatib, upaya perbaikan fundamental ekonomi dengan menekan defisit neraca transaksi berjalan, terlihat dari penurunan kinerja pembentukan modal tetap bruto (investasi) dalam pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2013.

"Kalau investasi mengalami penurunan itu sudah by design, kita menurunkan permintaan (melalui penerbitan kebijakan) agar current account-nya turun dalam jangka pendek," katanya.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore bergerak menguat sebesar dua poin menjadi 12.197 dibanding sebelumnya 12.199 per dolar AS.

"Nilai tukar rupiah bergerak cukup stabil dengan tren penguatan setelah data-data ekonomi Indonesia yang dirilis dinilai positif oleh pelaku pasar," kata Pengamat Pasar Uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova.

Ia menambahkan Bank Indonesia (BI) yang terus menjalankan kebijakannya untuk menjaga stabilitas ekonomi berkelanjutan dapat terus mendorong nilai tukar rupiah berada dalam tren menguat.

Menurut dia, sentimen positif dari dalam negeri itu dapat mengimbangi faktor eksternal yang negatif menyusul kabar yang beredar di pasar bahwa bank sentral AS (the Fed) akan agresif dalam mengurangi stimulus keuangannya.

"Ekspektasi ekonomi AS yang akan terus tumbuh akan mendorong the Fed mengurangi stimulusnya secara agresif," kata Rully.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014