Pembukaan kembali layanan penerbangan itu tidak hanya di Bandara Internasional Juanda
Surabaya (ANTARA News) - PT Angkasa Pura I (Persero) memprediksi penutupan Bandara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo karena pengaruh erupsi Gunung Kelud, Kediri yang dimulai sejak pukul 04.30 WIB hanya berlangsung sampai pukul 12.00 WIB.

"Meski demikian, penutupan di Juanda saat ini bersifat sementara," kata General Manager Angkasa Pura I, Trikora Harjo, di sela peresmian Terminal 2 (T2) Bandara Internasional Juanda Surabaya, Jumat.

Ia optimistis, sebagai pengelola bandara yang kian mengembangkan infrastrukturnya sesuai kebutuhan pasar penerbangan di Tanah Air maka perseroan itu siap membuka kembali Bandara Juanda pada siang hari.

"Pembukaan kembali layanan penerbangan itu tidak hanya di Bandara Internasional Juanda," ujarnya.

Akan tetapi, jelas dia, juga segera berlaku di bandara lain yang saat ini masih ditutup yakni Bandara Adi Sucipto di Yogyakarta dan Bandara Adi Soemarmo, Solo.

"Walau begitu, pembukaan kembali ketiga bandara itu tergantung kondisi di lapangan berikutnya," katanya.

Kini, tambah dia, Otoritas Juanda masih memantau arah hembusan angin dari Timur menuju Barat. Pihaknya berharap ada perubahan arah angin sehingga terjadi hujan yang mampu menetralkan debu vulkanik Gunung Kelud.

"Di landasan pacu Juanda sendiri, ketebalan debu sudah mencapai dua sentimeter. Oleh karena itu, Juanda ditutup sementara," katanya.

Ia khawatir, debu yang beterbangan bisa masuk ke sejumlah armada sehingga mengakibatkan kerusakan di mesin pesawat. Sejak ditutup sampai pukul 08.00 WIB, sebanyak 41 penerbangan dari dan ke Bandara Juanda yang dibatalkan baik rute domestik maupun internasional.

"Apabila penutupan berlanjut sampai malam, kami perkirakan penerbangan yang akan dibatalkan naik menjadi 386 penerbangan," katanya.

Pada kesempatan sama, Station Manager Garuda Indonesia Surabaya, Taufik Husni, mengemukakan, jika ketinggian debu sudah mencapai 46.000 kaki maka situasi tersebut sangat membahayakan.

"Apalagi, pesawat yang terbang di ketinggian 30.000 kaki," katanya.

Ia melanjutkan, kondisi yang di posisi tengah itu memang mengkhawatirkan. Penyebabnya, partikel debu dari erupsi gunung sangat tajam laiknya silet dan jika masuk ke dalam mesin pesawat maka armada tersebut bisa jatuh.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014