...keadaannya masih mengkhawatirkan."
Bamako (ANTARA News) - Militan melancarkan serangan roket di kota gurun Timbuktu, Mali utara, namun gagal menghantam sasaran, kata beberapa sumber militer kepada AFP, Senin.

Seorang perwira militer senior yang dihubungi di Timbuktu mengatakan, tiga roket ditembakkan Minggu malam oleh "teroris", istilah yang digunakan militer untuk militan bersenjata, namun "untungnya tidak ada korban".

Satu sumber di pasukan penjaga perdamaian PBB MINUSMA mengkonfirmasi serangan itu, yang berlangsung tiga hari setelah serangan serupa terhadap kota wilayah utara, Gao, dan mengatakan, roket-roket itu jatuh di tempat tidak membahayakan dekat bandara kota tersebut.

"Namun keadaannya masih mengkhawatirkan," kata sumber itu.

Serangan roket Kamis di Gao, yang juga gagal menimbulkan korban, diklaim oleh Gerakan Keesaan dan Jihad di Afrika Barat (MUJAO), sebuah kelompok sempalan cabang regional Al Qaida yang mengatakan bahwa serangan-serangan semacam itu akan terus dilakukan terhadap "musuh-musuh Islam".

MUJAO juga mengklaim penculikan tim pekerja Palang Merah Mali yang dilaporkan hilang di wilayah utara pekan lalu.

MUJAO adalah salah satu kelompok yang menduduki Mali utara pada 2012 sebelum mereka diusir oleh intervensi militer pimpinan Prancis pada Januari tahun lalu.

Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.

Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.

Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu.

Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.

Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret 2012 dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.

Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari 2013 meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014