Setuju atau tidak setuju, harus diakui bahwa Tan Malaka memiliki peranan penting dalam mendirikan RI. Tetapi, sejarah (buku sejarah, red.) tidak menyebutnya. Ini tidak cocok dengan realitas sejarah."
Semarang (ANTARA News) - Peneliti sejarah asal Belanda yang juga penulis buku tentang Tan Malaka, Harry A Poeze menegaskan sejarah tentang Tan Malaka yang selama ini disalahpahami harus diluruskan.

"Ada banyak orang punya kesalahpahaman terhadap Tan Malaka. Memang sukar dimengerti. Harus teliti dan seksama untuk memelajari sosok (Tan Malaka, red.) yang sebenarnya," katanya di Semarang, Senin (17/2) malam.

Hal itu diungkapkannya usai diskusi dan bedah buku "Tan Malaka: Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia" karyanya yang berlangsung di kampus Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro, Pleburan, Semarang.

Awalnya, diskusi itu berlangsung di Sekretariat Komunitas Seni Hysteria di Jalan Stonen, Gajahmungkur, Semarang, tetapi kemudian dipindah ke kampus FIB Undip karena mendapatkan penolakan sejumlah elemen masyarakat.

Poeze yang sudah 40 tahun ini berkutat meneliti Tan Malaka mengatakan ada fakta-fakta tentang tokoh besar itu yang terlupakan. Bahkan, nama Tan Malaka pun sudah dicoret dari buku pelajaran sejarah.

"Banyak fakta yang harus dipahami. Pertama, Tan Malaka seorang nasionalis dengan pemikiran yang tinggi. Kedua, Tan Malaka berperan mendirikan Republik Indonesia yang sejahtera dan sosialis," katanya.

Menurut dia, buku pendidikan sejarah yang dibaca anak-anak sekolah di Indonesia selama ini tidak ada yang menyebut nama Tan Malaka, padahal Tan Malaka memiliki peranan penting sewaktu revolusi Indonesia.

"Setuju atau tidak setuju, harus diakui bahwa Tan Malaka memiliki peranan penting dalam mendirikan RI. Tetapi, sejarah (buku sejarah, red.) tidak menyebutnya. Ini tidak cocok dengan realitas sejarah," katanya.

Berkaitan dengan sempat adanya reaksi penolakan atas diskusi dan bedah bukunya, Poeze mengatakan sosok pahlawan nasional itu perlu didiskusikan karena selama ini banyak yang tidak sesuai dengan realitas sejarah.

"Tidak baik (penolakan, red.). Harus ada diskusi (tentang Tan Malaka, red.). Kalau tidak ada diskusi, tidak ada perenungan, diputus, maka banyak orang yang punya salah paham terhadap Tan Malaka," katanya.

Akan tetapi, Poeze mengaku sangat terkesan karena diskusi dan bedah bukunya itu berlangsung sukses meski harus dipindah ke Undip. Bahkan, mendapatkan sambutan baik dari masyarakat dan dihadiri jajaran petinggi Jateng.

Hadir dalam diskusi dan bedah buku yang berakhir Senin malam sekitar pukul 23.45 WIB itu, antara lain Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Rektor Undip Prof Sudharto P Hadi, dan Wakil Ketua DPRD Jateng Bambang Sadono.

Bahkan, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo secara spontan langsung bertindak menjadi dirigen dan memimpin para hadirin menyanyikan lagu "Indonesia Raya", sesaat setelah diskusi dan bedah buku itu usai. (*)

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014