Jakarta (ANTARA News) - Sebelum meletus, gunung api sebenarnya mencair dulu, simpul New Scientist dalam lamannya hari ini.

Magma di bawah beberapa gunung api paling berbahaya di dunia mungkin relatif dingin dan padat selama lebih dari 99 persen umurnya.

Itu membuktikan bahwa gunung api yang menghangat dan mencair menjadi isyarat akan segera meletus.

Jauh di bawah gunung api-gunung api ini ada kamar magma maha luas yang berisi batu cair mendidih.

Kamar magma ini terletak pada kerak Bumi yang suhunya relatif dingin --antara 200°C sampai 400°C-- dan ini membuat para geolog membayangkan apakah gunung api itu benar-benar panas atau tidak.

Untuk membuktikannya, Kari Cooper dari Universitas California di Davis, mengambil sejumlah sampel dari lava sekitar Gunung Hood yang adalah gunung api aktif di Oregon yang meletus 220 tahun lalu.

Bersama Adam Kent dari Universitas Negara Bagian Oregon di Corvallis, dia mengisolasi kristal-kristal dari lava padat.

Dengan menggunakan peluruhan radioaktif uranium dalam kristal-kristal itu sebagai detak jam yang dimulai ketika kristal-kristal itu terbentuk di kamar magma, tersingkap umur kristal-kristal itu paling sedikit 21.000 tahun.

Petunjuk strontium

Namun ketika Cooper dan Kent mengamati tingkat strontium dalam kristal-kristal tersebut, mereka mendapati keanehan.

Ada lebih banyak strontium dalam inti kristal-kristal itu dibandingkan dengan pada batas-batasnya.

Itu aneh karena batu berapi meleleh pada suhu sekitar 750º C. Pada suhu ini, strontium bergerak dan menyebar ke seluruh kristal dalam beberapa ratus tahun.

Karena strontium tidak bercampur, kristal-kristal Gunung Hood bisa tersimpan tidak lebih dari 2.800 tahun di atas suhu 750° C, dan paling singkat 140 tahun. Itu berarti 13 persen --atau bahkan kurang 1 persen-- dari 21.000 tahun sejak terbentuk.

Magma semestinya dalam keadaan paling likuid di atas suhu 750º C untuk satu gunung api yang meletus, kata Cooper. Namun bukti dari Gunung Hood menunjukkan itu jarang terjadi pada keadaan sepanas itu.

"Jika kita mendeteksi badan magma yang sangat likuid (di bawah sebuah gunung api), probabilitas letusan akan lebih tinggi," kata dia. "Proses pencairan badan magma ini bisa berlangsung sebelum kami mendapatkan bukti lain bahwa letusan itu segera terjadi."

Lelehkan magma

"Ini kerja sangat elegan," kata Christian Huber dari Institut Teknologi Georgia di Atlanta.

Itu juga membangkitkan pertanyaan, apakah yang memicu pelelehan itu? Ada beberapa pemikiran, kata Huber, sebagian besar dibangun di atas pemikiran bahwa injeksi magma dari tingkat sangat dalam telah memanaskan kamar magma.

Namun satu penelitian tahun lalu menunjukkan bahwa kamar magma di bawah sejumlah gunung api  tetap mencair dalam periode panjang, ketimbang meleleh sebelum meletus. Itu artinya, mengamati pelelehan atau pencairan magma akan membantu memprediksi letusan sejumlah gunung api.

Tak semua gunung api meleleh dengan cara ini, kata Alain Burgisser dari Universitas Savoy di Chambéry, Prancis. "Tapi gunung api yang melakukan hal itu menjadi gunung api yang menghasilkan letusan-letusan yang paling jarang dan paling kuat."

"Penekanan Alain benar," kata Huber. "Pencairan secara umum berlaku pada letusan-letusan kaya kristal. Pinatubo pada 1991 adalah contohnya."

Letusan Gunung Pinatubo di Filipina pada 1991 adalah letusan gunung api terbesar kedua pada abad 20, untuk gunung api yang berbasis di daratan, demikian New Scientist.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014