Kerja sama tersebut dimulai sejak penyusunan kurikulum maupun dalam praktek kerja para siswa,"
Jakarta (ANTARA News) - Jumlah sekolah menengah kejuruan harus lebih banyak dari sekolah menengah atas dan berorientasi pada pasar melalui kerja sama yang erat dengan perusahaan milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta di sekitarnya, kata mantan Presiden BJ Habibie.

"Kerja sama tersebut dimulai sejak penyusunan kurikulum maupun dalam praktek kerja para siswa. Misalnya, dua hari dalam seminggu masuk sekolah untuk memperoleh pelajaran pada bidang yang sedang mereka tekuni, kemudian selama 4 hari dalam seminggu bekerja di perusahaan," katanya saat menjadi pembicara kunci pada Konvensi Pendidikan yang diselenggarakan PGRI yang turut menghadirkan pembicara antara lain mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua DPR RI Marzuki Alie, mantan Mendikbud Wardiman di Jakarta, Selasa.

Untuk itu, siswa menengah kejuruan (SMK) mendapat tunjangan khusus dari perusahaan di mana mereka sedang bekerja sesuai UU atau peraturan perundangan yang berlaku. Mata pelajaran disesuaikan dengan bidang proses nilai tambah produk, misalnya elektronik, mesin, obat, tekstil, perhotelan, pelayanan di restoran, pemberian jasa dan sebagainya dari perusahaan di mana siswa sedang bekerja, katanya .

Di sisi lain, ujar Habibie, kualitas guru harus terus ditingkatkan, dengan cara mengikuti perkembangan mata pelajaran, terutama yang terkait dengan pemintaan pasar, demi proses peningkatan nilai tambah pribadi dan siap pakai, melalui proses pendidikan dan proses pembudayaan di sekolah.

"Gaji guru harus wajar, yaitu mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup standar, sehingga mereka dapat memusatkan perhatian pada pemberian kualitas nilai tambah pribadi murid mereka," tambahnya.

Demikian pula, pPrasarana mata pelajaran di sekolah harus memenuhi standar minimum yang disusun bersama oleh organisasi guru profesional (OGP) yang dibagi lagi dalam disiplin mata pelajaran, misalnya OGP bidang ilmu pasti dan alam, bidang kimia, bidang sejarah, bidang budaya, bidang agama dan sebagainya.

OGP harus berperan aktif memperjuangkan nasib, masa depan dan pensiun para Guru. Organisasi ini harus pula dijadikan nara sumber bagi Pemerintah, DPR, DPD, DPRD dan masyarakat dalam penyusunan anggaran, investasi fasilitas pendidikan, teknologi informasi, internet dan prasarana sekolah yang lain, katanya.

"Setelah proses nilai tambah pribadi melalui jalur pembudayaan dan jalur pendidikan simultan selesai dilaksanakan, maka prasyarat SDM siap pakai dipenuhi dengan cara SDM mengalami proses pengunggulan (pemahiran) dengan cara memasuki dunia kerja yang nyata, agar mereka dapat lebih meningkatkan keterampilan, produktivitas dan daya saing sehingga menjadi SDM yang unggul di bidangnya," katanya.

Proses pengunggulan tersebut hanya dapat diberikan melalui lapangan kerja pada perusahaan yang membutuhkan keterampilan menerapkan teknologi tepatguna dengan produktivitas yang tinggi sesuai hasil proses pendidikan dan pembudayaan SDM yang bersangkutan, katanya.

Jikalau terjadi proses pemutusan kerja (PHK) maka SDM akan menganggur, sehingga keterampilan mereka juga akan mundur dan pemasukan untuk membiayai keluarganya akan berkurang dan bahkan terhenti. Hal itu berarti lapangan kerja tidak hanya merupakan tempat peningkatan keterampilan dan daya saing SDM, melainkan juga sebagai wahana pemerataan, ujarnya.

Namun demikian, Habibie mengingatkan agar sekolah tidak hanya membatasi pada proses pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi semata namun bertugas melanjutkan, memperluas dan memperdalam proses pembudayaan nilai-nilai agama dan budaya yang telah diberikan oleh ibu dan keluarga.(*)

Pewarta: Zita Meirina
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014