Juba (ANTARA News) - Pasukan pemberontak di Sudan Selatan pada Selasa melancarkan serangan besar terhadap Malakal, kota kaya minyak, kata para pejabat dan saksi mata.

Perjanjian gencatan senjata antara pemberontak dan pemerintah yang telah ditandatangani tampak akan tercabik-cabik, lapor AFP.

Sumber-sumber yang menangani bantuan mengatakan tembakan senjata kecil terdengar di dalam kota itu setelah pertempuran artileri pada fajar di luar negara bagian Upper Nile yang dikuasai pemerintah.

"Pertempuran masih berlanjut. Ada sejumlah kantung pemberontak di kota Malakal tetapi mereka tak menguasai kota itu," kata juru bicara tentara Sudan Selatan Philip Aguer.

Menurut dia, pemberontak melakukan serangan dengan maksud menjarah.

"SPLA (tentara pemerintah) bertekad mengusir mereka keluar kota," kata dia.

Seorang juru bicara misi PBB di Sudan Selatan, UNMISS, mengatakan pangkalan-pangkalan PBB tempat ribuan warga sipil berlindung terputus. "Kompleks kami telah terputus akibat sejumlah baku tembak," kata juru bicara itu Joe Contreras.

Seorang sumber dari tim bantuan mengatakan para pemberontak telah melancarkan "serangan terkoordinasi dan sangat besar", dan pesawat-pesawat tempur -- mungkin milik Uganda -- terbang di atas kota itu untuk mendukung tentara pemerintah.

"Tim kami dapat mendengar tembakan senjata kecil," kata sumber dari tim itu, yang juga meminta namanya tak disebutkan karena alasan keamanan. Dia mengatakan bahwa belum jelas sama sekali siapa yang mengendalikan kota itu.

Pertempuran itu tampaknya paling sengit sejak pemerintah Presiden Salva Kiir dan pemberontak yang setia kepada mantan wakil Presiden Riek Machar menandatangani satu perjanjian gencatan senjata di Adis Ababa, ibu kota Ethiopia, negara tetangga Sudan Selatan pada 23 Januari.

Namun, juru bicara Kiir, Ateny Wek Ateny, mengatakan bahwa pembicaraan perdamaian yang bergerak lamban akan berlanjut. "Presiden menginstruksikan tim pemerintah di Adis Ababa untuk melanjutkan pembicaraan perdamaian di Adis Ababa. Presiden ingin membawa perdamaian di Sudan Selatan," kata dia.

Konflik di Sudan Selatan, negara paling muda yang merdeka dari Khartoum (Sudan) kurang dari tiga tahun lalu, pecah di ibu kota Juba pada 15 Desember tetapi kemudian merembet secara cepat ke seantero negeri itu.

Ribuan orang meninggal dunia dan mereka yang mengungsi hampir mencapai 900.000 orang, termasuk puluhan ribu yang mamadati pangkalan UNMISS karena mereka takut serangan-serangan etnis oleh suku Dinka asal Kiir atau suku Nuer asal Machar.


Penerjemah: Mohamad Anthoni

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014