Juba (ANTARA News) - Militer Sudan Selatan pada Rabu mengatakan kehilangan hubungan dengan pasukannya di kota penting minyak Malakal setelah serangan besar-besaran pemberontak.

Pemberontak mengatakan menguasai kota Malakal di timurlaut setelah melancarkan serangan pada Selasa, yang menimbulkan keraguan pada perjanjian gencatan senjata, yang ditandatangani di Ethiopia pada bulan lalu.

"Saya kehilangan kontak dengan komando di Malakal," kata juru bicara militer Philip Aquer kepada AFP.

Menurut sumber bantuan, bandara Malakal ditutup Selasa petang dan pemberontak berada di dalam kota itu,kendatipun tidak jelas apakah mereka telah menguasai sepenuhnya Malakal, satu permukiman kumuh di pinggiran negara bagian White Nile.

Juru bicara militer pemberontak Lul Rual Koang mengatakan para petempur oposisi sedang "memburu" tentara pemerintah di hutan, dan menewaskan bahwa tentara pemerintahlah yang terlebih dulu menyerang dan melanggar gencatan senjata itu,

Sementara itu PBB mengatakan 10 orang tewas dalam "bentrokan antar-masyarakat" dalam pangkalan pasukan pemelihara perdamaian UNMISS di Malakal, tempat lebih dari 20.0000 orang ditampung akibat pertempuran itu.

Konflik di Sudan Selatan, negara termuda di dunia yang memperoleh kemerdekaan dari Khartoum kurang dari tiga tahun lalu, meletus di ibu kota Juba pada 15 Desember tetapi segera meluas ke seluruh negara itu.

Pertempuran di sekitar Malakal, ibu kota negara bagian Nil Hulu, agaknya paling seru sejak pemerintah Presiden Salva Kiir dan pemberontak yang setia kepada mantan wakil presiden Riek Machar menandatangani satu perjanjian gencatan senjata di Ethiopia pada 23 Januari.

Kekerasan di Sudan selatan menyebabkan ribuan orang tewas dan hampir 900.000 orang termasuk puluhan ribu orang mengungsi di pangkalan UNMSS karena takut atas serangan suku, baik dari suku Dinka, tempat Kiir berasal, maupun suku Nuer dari Machar.

(H-RN/B002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014