San Francisco (ANTARA News) - WhatsApp memang berkembang di Lembah Silicon, namun yang menjadi DNA-nya ternyata latar belakang Eropa Timur dari pendirinya, lapor Reuters.

Perusahaan layanan pesan mobile itu dibeli Facebook Kamis ini dengan nilai 16 miliar dolar AS (Rp188,8 triliun) guna menjadi satu kekuatan global yang memiliki 450 juta pengguna sehingga memudahkan pengiriman pesan lintas negara dan antar-brand berbeda perangkat mobile.

Pendiri dan CEO WhatsApp Jan Koum (37) tumbuh besar di Ukraina dan pindah ke Mountain View, California, sebagai remaja imigran sebagaimana jago-jago Lembah Silicon seperti Max Levchin yang juga lahir di Ukraina yang mendirikan Paypal dan pendiri Google kelahiran Rusia Sergey Brin.

Seperti halnya para raksasa teknologi informasi Bill Gates dan Mark Zuckerberg, Koum juga produk dropped-out, tapi bukan dari Universitas Harvard, melainkan Universitas San Jose State.

Latar belakang Eropa Timur Koum adalah kunci terciptanya WhatsApp, kata Jim Goetz, mitra pada Sequoia Capital yang menyokong perusahaan itu.

Tidak seperti perusahaan-perusahaan seperti Google dan Facebook yang sebanyak mungkin ingin mengorek informasi penggunanya, WhatsApp tak mengumpulkan informasi pribadi seperti nama, jenis kelamin atau umur, tulis Goetz dalam satu posting blog.

Pesan-pesan dalam WhatsApp juga tidak dihapus dari server-servernya begitu pesan-pesan itu terkirim.

"Ini merupakan pendekatan yang diputuskan berbeda karena dipertajam oleh pengalaman Jan yang besar di sebuah negara komunis berpolisi rahasia," kata Goetz. "Masa kecil Jan membuatnya menghargai komunikasi yang tak disadap atau tak direkam."

Mirip dengan itu, masa kecil Brin di Rusia juga turut menyumbang motonya "Jangan jadi hantu".

Cara pandang Koum terlihat dari satu twitnya yang dia tulis tahun lalu mengenai pemblokiran WhatsApp oleh Iran dan Turkmenistan.

"Ketika pemerintah menghalang-halangi, konsumen dan kebebasan berkomunikasi dirugikan," tulis dia.

Dia juga memandang iklan sebagai pemaksaan.

"Ketika iklan dilibatkan, Anda sebagai pengguna adalah produk," tulis Koum pada satu posting blog tahun 2012, meremehkan upaya perusahaan-perusahaan lain mengoleksi data pribadi. Tahun yang sama itu, dia mengutipkan penyanyi Kanye West dalam satu twit, tulis, 'You think you free but you a slave to the funds, baby' (Kamu kira kamu bebas, tapi (sebenarnya) kamu budak uang, sayang)."

WhatsApp mengutip 99 sen dolar AS (Rp10 ribu) per tahun dan ini telah membesarkan kantor utama WhatsApp, kata Yoav Leitersdorf dari YL Ventures yang mengungjunginya pada 2010 saat ingin berinvestasi di perusahaan muda tersebut. Dia tetap terpesona oleh baik para pendiri maupun oleh apa yang dia saksikan.

"Itu seperti dealer mobil yang tak punya mobil dan tak melihat ada furnitur," kenang Leitersdorf. "Saya ingat saat memarkir mobil saya dan berjalan mengelilingi gedung itu selama lebih dari lima menit, mencari pintu kantor tersebut."

Kantor itu berisi rangkaian meja di atas karpet kotor, kata dia.

Saat itu, Koum mengatakan kebanyakan para teknisi IT bekerja dari jarak jauh; kini dia memberikan rekomendasi kepada beberapa diantaranya melalui laman LinkedIn-nya.

Bulan lalu, ketika krisis di negara asalnya Ukraina semakin akut, Koum memposting foto-foto revolusioner dan mentwit "berdoa demi perdamaian dan resolusi segera untuk krisis itu#ukraina#kebebasan."

Dia juga pernah melontarkan satu atau dua kalimat pujian untuk negaranya sekarang. "WhatsApp Messenger," twit dia tahun lalu. "Made in USA. Tanah kebebasan dan rumah untuk keberanian," demikian Reuters.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014