Bandarlampung (ANTARA News) - Aliansi Jurnalis Independen menilai tata kelola konten dan iklan di media internet atau media siber mutlak diperlukan, mengingat media berbasis internet adalah akses informasi utama masyarakat di masa depan.

Menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Suwarjono, di Bandarlampung, Jumat (21/2) petang, perwujudan sikap tersebut adalah dengan mendorong pemerintah bersama DPR mencabut Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta menggantinya dengan Undang Undang Tata Kelola Internet.

Hal itu diungkapkannya dalam Seminar Tata Kelola Internet dan Kebebasan Media Berbasis Internet yang diadakan AJI Bandarlampung di Hotel Grand Anugerah Bandarlampung.

Selain itu, menurut Redaktur Pelaksana-Managing Editor vivanews.com itu, AJI juga mendorong pemerintah membentuk komisi independen yang memiliki kewenangan dalam memutuskan sengketa di internet.

Menurut dia, UU ITE tidak lagi memadai dijadikan sandaran bagi tata kelola internet yang adil dan demokratis, untuk mengatur kebutuhan masyarakat sipil, industri, dan pemerintah.

"Dalam sejumlah kasus, undang-undang itu malah jadi bumerang bagi kebebasan pendapat di ruang publik," kata dia.

Dia melanjutkan, AJI Indonesia juga mendorong pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Luar Negeri untuk ikut mengatur bisnis internet yang sehat dan berkeadilan.

Ia menyatakan, dari sisi industri, eksistensi media online di tanah air dihadapkan pada kompetisi global dan penjiplakan konten.

"Ada kekosongan regulasi dan peran pemerintah dalam hal itu, sehingga pemain internet lokal hanya menjadi pemain kue kecil dalam industri internet global," kata dia pula.

Selain Suwarjono, turut hadir sebagai pembicara CEO brightstars.co.id, Pandu Wirawan Arief, redaktur LKBN ANTARA/antaralampung.com, Budisantoso Budiman, dan akademisi Universitas Lampung Ahmad Rudi Fardiyan.

CEO Brightstar.co.id, Pandu Wirawan Arief mengungkapkan fakta tentang kue iklan yang kecil justru diperebutkan pemilik konten lokal internet, dibandingkan dengan kue iklan global.

Dia mengungkapkan, pasar iklan Indonesia 2013 adalah sebanyak Rp124 triliun, dan hanya tiga persen yang diserap ranah digital, atau sekitar Rp3,8 triliun, dengan sisanya masih menjadi milik media konvensional.

"Pemain lokal yang mendapatkan jatah sebesar Rp3,8 triliun itu tidak sampai tiga puluh persen saja atau hanya sebesar Rp1,6 triliun, sisanya diraup google, facebook, twitter, dan line yang notabene merupakan perusahaan global," kata dia.

Menurut dia, hal tersebut tidak ada apa-apanya dibandingkan Singapura yang penetrasi iklan media digitalnya sudah mencapai 60 persen dari keseluruhan kue iklan.

"Menurut Pandu, penetrasi iklan akan tercapai seperti kondisi di Singapura begitu pengguna internet di Indonesia menembus 100 juta pengguna, dan hal itu diperkirakan tidak akan lama lagi," kata dia.

Pengguna internet (user) di Indonesia meningkat secara signifikan dalam dua tahun terakhir, dan saat ini mencapai 85 juta pengguna.

Karena itu, dia menegaskan sikap AJI untuk rerus memonitor pengadaan tata kelola internet oleh pemerintah yang waktunya demikian mendesak.

"Kami mendukung AJI mendorong wacana dan regulasi tersebut," ujarnya lagi.
(AH*B014)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014