Jakarta (ANTARA News) - Indonesia harus mempertahankan bonus demografi hasil keberhasilan program keluarga berencana pada periode 1970-1990, yang merupakan momentum strategis dan penentu keberhasilan pembangunan.

Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Prof. Dr. R. Agus Sartono, MBA di Jakarta Sabtu mengatakan, keberhasilan program keluarga berencana pada saat itu telah mendorong 70 persen penduduk Indonesia saat ini, atau sekitar 247 juta jiwa, berada dalam usia produktif.

Pertumbuhan kelas menengah sangat pesat dan mencapai sekitar 135 juta orang dan ini merupakan pasar potensial sekaligus pendorong pertumbuhan ekonomi, kata Agus dalam perbincangan dengan Antara.

"Dependency ratio pada periode 2010-2035 adalah terendah dan hal ini bagaikan kesempatan emas yang harus dimanfaatkan," kata dia.

Namun Agus menegaskan dua syarat yang harus dipenuhi untuk memanfaatkan bonus demografi tersebut. Pertama, siapa pun pemimpin nasional harus memiliki komitmen kuat untuk merevitalisasi program keluarga berencana agar 30 tahun mendatang, Indonesia tetap dapat menikmati insentif demografi tersebut.

Langkah strategis telah dilakukan dengan implementasi jaminan sosial yang dilaksanakan Januari 2014

"Hal ini akan meningkatkan kualitas kesehatan dan sumber daya manusia," kata dia.

Prasyarat kedua, katanya, Indonesia harus mampu menyediakan pendidikan yang berkualitas dan meningkatkan rerata sekolah. Oleh sebab itu, reformasi pendidikan dan penataan kurikulum serta pendidikan menengah universal menjadi sangat penting.

Reformasi pendidikan dilakukan melalui penataan kelembagaan pendidikan tinggi.

"Kita semua menyadari bahwa selama tiga tahun terakhir secara terus-menerus tiga kelemahan daya saing bangsa adalah innovation, technological readiness dan research and higher education," kata Agus, guru besar Universitas Gajah Mada (UGM).

Menurut dia, ketiga masalah tersebut pada dasarnya disebabakan karena ketiadaan keserasian antara pendidikan tinggi dan riset.

Tidak jangkau


Dia mengatakan Kementerian Ristek sebagai penanggung jawab sistem pengembangan riset nasional tidak mampu menjangkau pendidikan tinggi sebagai tulang punggung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 Oleh karena itu tanpa menambah kementerian, dia mengusulkan Kementerian Ristek dikembangkan menjadi Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi.

Pandangan Agus itu sejalan dengan rumusan hasil Konvensi Kampus X dan Temu Tahunan XVI Forum Rektor Indonesia yang digelar di Universiats Sebelas Maret (UNS) Solo baru-baru ini.

FRI mengusulkan agar perguruan tinggi bernaung di bawah Kementerian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi dengan manksud agar riset-riset perguruan tinggi lebih terarah dan terintegrasi dengan lembaga riset lainnya.

MP3EI dan MP3KI

Sementara kelemahan daya saing global keempat yakni infrastruktur berhasil ditangani dengan investasi secara masif pada prasarana sebagai bagian dari implementasi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan disusul dengan Master Plan Percepatan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI).

"Investasi yang masif di bidang infrastruktur membuahkan hasil, daya saing Indonesia meningkat dari peringkat 50 ke peringkat 38 dunia pada 2013," katanya.

Daya saing Indonesia itu, kata Agus, ditopang oleh efisiensi pemerintahan yang meningkat menjadi peringkat 54 sementara lingkungan makro ekonomi berada pada posisi ke-26.

"Hal ini didukung oleh keberhasilan Indonesia mempertahankan defisit anggaran yang sangat kecil hanya sekitar 1,3 persen GDP," kata dia.

Agus juga menunjukkan peringkat Indonesia menyangkut "technological readiness" naik dari 85 menjadi peringkat 75 berkat dukungan swasta yang sangat besar. Namun sayang capaian ini belum diimbangi oleh layanan kesehatan yang ditunjukkan oleh tingkat kematian (mortality rate) masih relatif tinggi. Kelemahan lain ialah kurang dan buruknya infrastruktur yang mengakibatkjan biaya logistik menjadi sangat mahal.

Tetapi dia menyatakan optimistis bahwa kelemahan itu akan teratasi keran dalam waktu tiga tahun mendatang infrastruktur bandara, pelabuhan dan jalan tol akan meningkat besar.

"Agar daya saya terus meningkat, sudah saatnya Indonesia memperbesar pemberian beasiswa untuk program doktor bidang sains dengan menggunakan endowment funds yang hingga kini nilainya mencapai lebih Rp11 trilun," kata Agus, mantan Atase Pendidikan dan Kebudayaan di KBRI Canberra.

Pewarta: Mohammad Anthoni
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014