Kita tidak perlu khawatir...
Jakarta (ANTARA News) - Penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang melarang adanya ekspor mineral dan batu bara berpotensi menurunkan ekspor mineral sebesar 4 miliar dolar Amerika Serikat pada tahun 2014.

"Kita bersiap untuk pengurangan nilai ekspor sebesar 4 miliar dolar AS," kata Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, saat berdiskusi dengan wartawan di Jakarta, Jumat.

Bayu menjelaskan, meskipun ada potensi turunnya nilai ekspor dari sektor mineral tersebut, pihaknya merasa yakin bahwa pada tahun 2014 tidak akan berdampak besar mengingat perkiraan pertumbuhan perdagangan dunia pada tahun ini naik menjadi 4--4,5 persen.

"Pada 2013, pertumbuhan perdagangan 2--3 persen, dan tahun 2014 naik dua kali lipat. Walaupun ada tekanan dari sektor tersebut namun kontribusi dalam total ekspor hanya sebesar 5--6 persen saja," ujar Bayu.

Selain hal tersebut, lanjut Bayu, adanya penghematan sebesar 3,1--3,2 miliar dolar AS dari penggunaan biodiesel di dalam negeri juga akan memberikan dampak yang positif.

"Kita tidak perlu khawatir (dengan penurunan ekspor mineral) karena adanya penghematan dari penggunaan biodiesel. Selain itu, kenaikan harga komoditi di luar mineral juga akan memberikan dampak yang positif," terang Bayu.

Bayu mengatakan, pihaknya merasa optimistis terkait dengan defisit neraca perdagangan Indonesia sangat bergantung terhadap penanganan lifting dan impor minyak.

"Dengan penggunaan biofuel, mudah-mudahan defisit migas bisa lebih kecil dan surplus non-migas akan lebih besar karena adanya beberapa harga komoditi yang berpotensi naik," ujar Bayu.

Pada 12 Januari 2014 lalu, ekspor mineral dan batubara telah dihentikan seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dengan diberlakukannya aturan tersebut, Kementerian Perdagangan juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4 tahun 2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian.

Dalam Permendag tersebut menyebutkan bahwa beberapa produk yang sudah memasuki tahap pemurnian tidak memerlukan persetujuan ekspor namun tetap memerlukan registrasi pengakuan ET dan verifikasi.

Beberapa produk tersebut antara lain mineral logam dan bukan logam yang terdiri dari 165 kelompok barang seperti logam besi, logam tembaga, logam nikel, logam emas, nikel matte, nikel plg iron, ferro nikel, zirconium, silikat, dan lain-lainnya.

Selain itu, jenis batuan yang terdiri dari 21 jenis barang seperti batu sabak yang telah dilakukan pemotongan, marmer yang teah dilakukan pemotongan dan pemolesan, granit yang telah dilakukan pemotongan menjadi produk jadi dan lainnya.

Sementara untuk produk pertambangan yang masih memasuki tahap pengolahan namun belum murni, masih diberikan izin untuk melakukan ekspor hingga 12 Januari 2017 dengan batasan minimum yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk 10 jenis konsentrat seperti konsentrat besi, konsentrat tembaga, konsentrat seng dan lainnya.

Untuk produk konsentrat tersebut, harus memiliki pengakuan sebagai ET produk pertambangan hasil pengolahan dan pemurnian, persetujuan Dirjen Daglu atas nama menteri untuk melakukan ekspor, dan wajib diverifikasi di pelabuhan muat.

Untuk produk pertambangan yang dilarang untuk ekspor adalah bahan mentah sebanyak 17 jenis bijih, belum memenuhi batas pengolahan atau pemurnian minimum kelompok mineral logam dan bukan logam sebanyak 165 jenis dan batuan sembilan jenis.

Selain itu, seluruh jenis produk pertambangan yang masih mentah dan belum memenuhi batasan minimum pengolahan serta belum memenuhi batasan minimum pengolahan dan atau pemurnian sebanyak 201 jenis, diantaranya bijih tembaga, bijih besi, bijih alumunium, bijih zirconium,bijih ilminate dan lainnya.


Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014