Jakarta (ANTARA News) - Java Jazz Festival (JJF) yang kini sudah berjalan 10 tahun telah menjadi ajang penampilan musisi jazz kondang dari seluruh dunia, dari mulai Stevie Wonder, George Duke, James Brown, sampai yang generasi lebih muda seperti Joss Stone, Jamie Cullum, John Legend, dan Craig David.

Tidak mudah mendatangkan mereka ke Jakarta, terutama saat-saat pertama perhelatan jazz yang kini menjadi yang terbesar di dunia.

Peter F Gontha, penggagas JJF, menceritakan bagaimana dia meyakinkan Stevie Wonder yang ogah datang ke Indonesia karena takut bom dan terorisme.

"Sorry Peter saya tidak bisa memenuhi undangan ke Jakarta atas alasan keamanan," kata penyanyi "I just call to say I love you" itu di ujung telepon.

"Jakarta aman, tidak ada yang perlu dikhawatirkan," kata Peter berusaha meyakinkan Stevie.

"Tidak Peter, saya tidak yakin. Coba atur saya icara dengan Dubes AS di Jakarta. Saat Dubes bilang aman, saya baru percaya," kilah Stevei lagi.

Tak kehilangan akal, Peter segera mengontak Scott Marchiel. Duta Besar AS itu lalu menghubungi Stevei dan mengkonfirmasi  Jakarta aman,

Penyanyi bersuara emas itu, lalu menelpon Peter F Gontha.

"Peter, saya siap terbang ke Jakarta. Dubes saya bilang Jakarta aman," ujarnya.

Maka pada tahun 2012, kualitas Java Jazz Festival menjadi jaminan, dengan tampilnya Stevei Wonder bersama-sama dengan Al Jerrau, Barry White, Pat Metheny, George Duke, dan Erykah Badu.

Perhelatan yang ketika itu bertemakan "Where Jazz Finds A Home" dihadiri oleh 1.099 musisi Indonesia dan 302 musisi internasional yang bermain di 18 panggung dan 193 pertunjukan.

Mulai saat itulah musik jazz betul-betul menemukan rumahnya di Jakarta, Indonesia.

Setelah bom meledak Jika dilihat dari sejarahnya, JJF digagas setelah bom meledak di Jakarta dan sejumlah tempat di Indonesia. Tujuannya mengembalikan Indonesia, khususnya Jakarta, ke dalam peta dunia sebagai tempat yang aman dikunjungi.

"Jika musisi jazz dunia saja mau datang ke Jakarta, berarti Indonesi aman," kenang Peter saat membuka Brazilian Nights yang merupakan ajang pemanasan sebelum JJF digelar.

Menurut Peter ada juga artis yang berlebihan kekhawatirannya mengenai situasi keamanan Indonesia. Misalnya saja Diane Warren, yang menjadi pengisi acara java Jazz tahun 2010. Komposer tersohor dari Amerika Serikat itu pernah minta pengawalan istimewa dari pasukan khusus bersenjata lengkap dari mulai pesawat mendarat sampai meninggalkan Indonesia.

Diane waktu itu masih ketakutan dengan cerita yang menyebutkan Indonesia adalah negara yang tak aman dan penuh dengan teroris anti-Amerika Serikat.

Peter menyanggupi permintaan itu. Ia menempatkan empat orang bersenjata lengkap menjadi pengawal Diane.

Di hari Diane tampil kebetulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyaksikan penampilannya.

Setelah pertunjukan usai, Diane melewati pintu belakang dan dia melihat tentara bersenjata lengkap serta kendaraan tempur ada disana. "Peter, pengamanan ini berlebihan buat saya!" ujarnya yang dijawab santai Peter bahwa semua itu demi menjaga keamanan Diane.

Esok harinya, ternyata dia menghilang dari hotel. Tak ada pengawal yang tahu kemana musisi itu pergi. Menjelang sore, barulah Diane muncul di hotel dengan menenteng berbagai macam tas belanjaan. Ternyata habis belanja di Mangga Dua.

"Saya baru dari Mango Two. Disini aman ternyata," kata Diane seperti diberitakan Peter Gontha.

Diane mengaku tidak mau lagi menonton berita-berita televisi yang sering menyiarkan berita bohong tentang Indonesia.(*)

Pewarta: Akhmad Kusaeni
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014