Saya akan coba bawakan single saya... yang belum di-rilis,"
Jakarta (ANTARA News) - "Saya akan coba bawakan single saya... yang belum di-rilis... " dari panggung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, di Java Jazz ke-10, ucapan itu meluncur dari Teza Mahendra, Minggu malam. Dia sedikit tertawa saat ucapkan itu dibawa siraman mewah tata cahaya yang diatur apik.

Padahal, sebelumnya dia beratraksi panggung sebegitu rupa, membungkus rapi vokalitas dan teknik jazz lagu-lagu sesudah masa Bob James sukses dengan Taxi-nya yang tenar itu.

Kalimatnya sederhana dan mampu menyentil emosi ribuan penikmat musiknya --kebanyakan perempuan muda-- di arena terbuka seukuran hampir sama lapangan bola. Namun tidak begitu jika disimak baik-baik teknik, improvisasi, dan gaya panggungnya yang cuma perlu sentuhan sedikit saja lagi untuk bisa benar-benar go internasional.

Satu yang sungguh kuat dari bekas peraih wildcard Indonesian Idol 2006 itu: dia mampu membangun komunikasi musik yang sangat baik dengan hadirin penikmatnya. Teza tampil bersama tiga penyanyi latar dan pengiring yang pas dan kuat pada brass section (alat musik tiup), satu hal yang jarang dimiliki banyak pemusik Indonesia.

Brass  section ini juga yang dieksploitasi habis-habisan untuk meladeni warna suara bariton tanpa sesak nada-nada rapat mirip gaya berlantun penyanyi Afro Amerika yang sedang trend di kalangan artis penyanyi Indonesia.

Hasil tampilan Teza malam itu mudah ditebak: dia mampu membuat hadirin tidak merasa ada jarak dengan musik; sehingga lagu-lagu yang sebetulnya lumayan berat bisa masuk ke lubang telinga, diolah benak dan rasa, sehingga mudah dipahami.

Jadilah Work It Out semacam reuni antara Teza dengan penggemarnya, yang banyak sekali hafal lagu-lagu artis musik muda Indonesia itu. "Saya tidak bisa bilang apa-apa... ini pertama kali saya tampil dalam Java Jazz," kata dia, dan "fakta" itu memang benar; ini debut pertama dia di ajang "kampung jazz" Indonesia bertaraf internasional itu.

Pada saat Dave Koz sedang bersiap mengisi panggung di Hall BNI, Teza tengah menampilkan puncak performansinya di depan khalayak internasional. Walau tidak paham tanya-jawab Teza dengan penggemar dalam bahasa Indonesia, namun banyak pula hadirin mancanegara yang tergelak melihat aksinya.

Bisa dibilang, Minggu malam itu menjadi malamnya Teza setelah Shohei Yamaki membuat pengunjung di panggung Java Jazz malas bergerak menikmati olahan nada jazznya di gitar. Tampil mirip Joe Secada namun jauh lebih atraktif, Teza bisa berbicara di antara senior-seniornya dari berbagai negara yang tampil.
Teza malam itu juga tampil bersama step brothers and sisters --begitu dia berseloroh-- Arvito Pandu (keyboard), Ryan Innocentio (bass), Stephanus Jason (gitar), Denimaris Boy (saksofone), Martin Djong (drum) and Lisa Depe (pendukung vokal).


Java Jazz 2014 kali ini telah memasuki usianya yang ke-10, satu usia yang lumayan baik bagi gelanggang musik rutin internasional walau kemasannya masih sama dan itu-itu juga. Sungguhpun begitu, rasanya akan ada saja yang baru setiap hadir di Java Jazz.

"Sejauh ini aman??... Masih mau digoyang... ?," Teza tetap berseloroh walau Pandu cs masih mengantarkan iringan Need A Friend, lagu di luar jadual yang ramai diminta dinyanyikan dari penikmatnya...(*)

Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014