Jakarta, 3 Maret 2014 (ANTARA) - Era industrialisasi dengan pendekatan blue economy yang dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terbukti mampu meningkatkan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Indikator Kinerja Utama (IKU) tahun 2013 menjadi cerminan keberhasilan KKP dalam mengelola sumberdaya alam tersebut. Produksi perikanan tangkap mencapai 19,56 juta ton atau melampaui 12% dari target yang ditetapkan 17,42 juta ton. Produksi perikanan budidaya mencapai 13,70 juta ton atau melampaui 17% dari target 11,63 juta ton. Produksi garam rakyat mencapai 1,041 juta ton atau melampaui hampir 2 kali lipat dari target 545 ribu ton yang ditargetkan KKP. Tingkat konsumsi ikan dalam negeri naik hingga 33,89 kg/kapita serta Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang memberi gambaran peningkatan taraf hidup nelayan naik di angka 105,37. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo, pada kuliah umum di depan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia (HIMITEKINDO) Civitas akademika Universitas Padjajaran Bandung Jawa Barat. Senin (3/3).

Sharif menegaskan, pembangunan kelautan dan perikanan dengan konsep blue economy yang dilaksanakan selama ini telah membawa hasil menggembirakan. Untuk itu, sudah menjadi komitmen KKP bahwa prinsip blue economy harus diimplementasikan dalam berbagai kebijakan maupun program KKP, terutama dalam kebijakan percepatan industrialisasi kelautan dan perikanan. Di mana implementasi industrialisasi diprioritaskan pada wilayah yang ditetapkan sebagai minapolitan. Sinergi pengembangan kebijakan minapolitan, industrialisasi dan blue economy adalah untuk percepatan dan peningkatan nilai tambah dan daya saing, sehingga terwujud ekonomi kelautan dan perikanan yang berkelanjutan. Di samping itu, prinsip Blue Economy akan mendorong berkembangnya kreativitas dan inovasi, yang pada akhirnya akan menciptakan wirausaha baru. Sebagai contoh, beberapa komoditas seperti ikan segar, udang, maupun rumput laut dengan mengedepankan inovasi dapat dihasilkan berbagai produk turunan yang bernilai tambah baik untuk kepentingan konsumsi atau pangan, kesehatan, kosmetik atau yang lainnya.

Implementasi Blue Economy
Sharif menjelaskan, ekonomi biru meliputi berbagai sektor yang cukup luas seperti perikanan dan budidaya, pembangunan industri kelautan, wisata bahari, energi laut serta perlindungan ekosistem laut dan pesisir. Sebagai implementasinya, KKP berkomitmen penuh untuk meningkatkan produksi dan produktivitas perikanan budidaya yang berdaya saing, berkeadilan, berkelanjutan diiringi produk yang memenuhi standar mutu pangan (food safety). Selain itu, KKP juga menerapkan sertifikasi perbenihan dan pembudidayaan guna menghasilkan produk yang menganut jaminan mutu. Kemudian, mempercepat pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana budidaya serta mengembangkan kerjasama dan kemitraan dengan perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya.

“Terkait implementasi blue economy, KKP tengah mengembangan model industrialisasi rumput laut berbasis blue economy, produk turunan industri udang dan crustasea, model industrialisasi Tuna Tongkol Cakalang (TTC) berbasis ekonomi biru, Minawisata berbasis sumberdaya kelautan dan lain-lain,” jelasnya.

Menurut Sharif, industri pengolahan yang menganut prinsip blue economy sudah berjalan. Hal ini ditandai dengan berdirinya sejumlah pabrik chitosan terkonsentrasi di Banten dan Jawa Tengah. Terdapat tiga negara yang potensial dalam menyerap produk-produk turunan tersebut yakni Jepang, Korea dan China. Apalagi selama ini ekspor udang produk utamanya dalam bentuk daging, sedangkan kepala dan kulitnya menjadi limbah hasil perikanan yang tidak memiliki nilai ekonomis. "Dengan filosofi Blue Economy, sisa hasil perikanan tersebut dapat diolah menjadi berbagai produk turunan bernilai tambah tinggi seperti chitin dan chitosan," ujarnya. Chitosan merupakan salah satu bahan pengawet ikan selain garam, karena itu chitosan dapat diaplikasikan terhadap produk perikanan sebagai pengganti formalin yang terbilang berbahaya. Pemanfaatan kulit udang menjadi “edible coating” chitosan bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha industri pengolahan, akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan.

Sharif menambahkan, implementasi Blue Economy dalam pembangunan sektor Kelautan dan Perikanan akan terus dikaji dan disempurnakan. Saat ini, KKP telah memilih 2 kabupaten di propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu Lombok Tengah dan Lombok Timur telah ditetapkan sebagai pilot project penerapan blue economy. Penetapan tersebut didukung oleh FAO dan MCC (USA). Bahkan delegasi FAO dan MCC telah melakukan kunjungan lapangan di pertengahan Februari 2014 dan dilanjutkan FGD di Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tanggal 25 Februari 2014. “Hal tersebut menunjukkan keseriusan lembaga dunia seperti FAO dalam mendukung pembangunan sektor Kelautan dan Perikanan di Indonesia yang berbasis blue economy,” tambahnya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Plt. Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811806244)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014