Ibu ku bukan seperti itu."
Beograd (ANTARA News) - Mata Guruh Soekarnoputra berkaca-kaca saat meliat tulisan tangan sang ayahanda, Presiden Pertama RI Soekarno, yang ditujukan kepada Presiden Yugoslavia Joseph Broz Tito 60 tahun lalu yang tersimpan di Arsip Nasional Yugoslavia, di Beograd, Serbia, baru-baru ini.

Kunjungan putra bungsu Soekarno dari Ibu Fatmawati itu ke Serbia dalam rangka ikut menyemarakan peringatan 60 tahun hubungan bilateral Indonesia dan Serbia sekaligus menghadiri acara malam Indonesia yang diadakan dalam rangkaian pameran pariwisata Belgrave International Fair of Tourism yang berlangsung di Gedung Sejam, Beograd, pada 27 Februari hingga 2 Maret 2014.

Pada acara malam budaya Indonesia,yang dihadiri Ibu Negara Serbia, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sapta Nirwandar memperkenalkan Guruh Soekarnoputra kepada seluruh undangan. Guruh pun menyampaikan kesan-kesannya saat Presiden Tito berkunjung ke Indonesia.

Guruh mengatakan, setiap kali Paman Tito, demikian Guruh menyebut Joseph Broz Tito, datang ke Indonesia untuk melakukan kunjungan kehormatan selalu membawakan cenderamata. Tito tercatat berkunjung ke Indonesia sampai tujuh kali.

"Yang paling berkesan Paman Tito selalu membawakan kami oleh-oleh, saat itu saya masih berusia lima tahun," ujarnya.

Pendiri kelompok seni Swara Mahardika itu  mengakui banyak kenangan yang berkesan, terutama saat paman Tito,  selalu membawa buku cerita anak-anak maupun peralatan kemping dan koleksi lengkap perangko Yugoslavia.

"Persahabatan antara ayah saya dengan presiden Tito terjalin sangat akrab," katanya.

Kehadiran Guruh Soekarnoputra ke Serbia memberikan makna tersendiri, ujar Sapta Nirwandar. Hal ini, dinilainya, tidaklah berlebihan apabila dalam memperingati 60 tahun hubungan Indonesia dengan Serbia, yang 60 tahun lalu masih bernama Yugoslavia,

Hal yang sama juga disampaikan Dutabesar RI di Beograd, Semuel Samson. Ia mengatakan, tidak dapat dipungkiri hubungan Indonesia dan Yugoslavia sangat akrab bagaikan saudara. Perang telah meghancurkan negara Yugoslavia yang kini berganti nama menjadi Serbia.

Guruh Soekarnoputra, dinilainya, dapat merajut kembali hubungan yang sangat akrab di antara pemimpin kedua negara, terutama di kalangan generasi muda Serbia yang mungkin sudah banyak yang lupa dan meninggalkan Tito.

Sosok Guruh, yang juga anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan selama di Serbia juga menjadi perhatian dari berbagai kalangan dan ingin kembali membangkitkan semangat Gerakan Non-Blok (GNB) yang dicetuskan, antara lain oleh Soekarno dan Tito.

Selama di Serbia, Guruh bersama rekan-rekannya di Gencar Semarak Perkasa (GSP) berkunjung ke gedung Arsip Nasional Yugoslavia di Serbia, dan disambut direktur Miladin Milosevic yang menyerahkan 10 lembar foto Soekarno, termasuk saat Guruh Soekarno Putra masih berusia lima tahun bersama keluarga Presiden Tito.

Selain itu, Miladin Milosevic juga menyerahkan 20 dokumen yang ditulis dengan tangan pada saat Soekarno menyurati Presiden Tito .

Miladin Milosevic saat berkunjung ke Paviliun Indonesia kepada ANTARA News sempat mengatakan, dokumen yang diserahkan kepada Guruh berisi surat-surat yang menyangkut hubungan bilateral kedua negara dan juga mengenai GNB.

Setidak-tidaknya, menurut dia, terdapat 9.000 foto dan 3.000 dokumen. Surat-surat dan cendera mata patung kayu "God Shiva on The Garuda" (Dewa Syiwa menaiki burung garuda) yang pernah diberikan Soekarno untuk Tito pada 1956 juga dipamerkan di gedung Arsip Nasional Yugoslavia di Serbia.

Milosevic mengatakan, Guruh sangat terkesan dan terharu saat menerima dokumen beserta foto ayahandanya bersama Presiden Tito.

Salah satu foto yang Guruh terima bergambar Presiden Tito mengusap kepalanya saat berusia lima tahun, yang membuat matanya berkaca kaca. Apalagi, Guruh pun sempat berjumpa dengan cucu Tito, Zlaticka Broz.

Dalam kunjungan ke Serbia, Guruh juga penyempatkan berziarah ke makam Tito di kompleks House of Flower, yang juga menjadi tempat Jovanka Broz, istri Tito yang meninggal dunia tahun lalu dimakamkan di sebelah makam sang suami.

Kunjungan Guruh ke Sebia adalah kali kedua, dan sebelumnya Guruh pernah ke Beograd pada 1990-an, atau sebelum pecahnya perang antar-etnis di Yugoslavia .

Saat mengikuti tur menyusuri Sungai Danube,  Guruh Soekarnoputra banyak bercerita kepada ANTARA News, termasuk keprihatinan kepada nasib Jovanka Broz yang akhir hidupnya dalam kesepian layaknya Bung Karno.

"Ibu Jovanka Broz jelang ajalnya sampai nggak bisa membayar penghangat kala musim dingin," ujar Guruh.

Hal ini, menurut dia, mirip saat terakhir hidup sang ayah yang diasingkan dari keluarga dan hidup dalam keprihatinan.

Guruh tampak bersemangat bercerita bagaimana sejarah bangsa diputarbalikkan, dan juga kurangnya penghargaan negara kepada pendiri bangsa dan negara, seperti Soekarno dan Tito.

Ia berharap untuk mewujudkan amanat Soekarno, agar menempatkan koleksi miliknya dalam sebuah museum dan juga keinginan keluarga untuk bisa mendirikan museum khusus untuk menampung peninggalan dan karya-karya Bung Karno beserta seluruh atributnya yang telah bercerai berai entah ke mana.

Presiden Tito pun mempunyai Museum tempat menyimpan sekaligus memajang berbagai koleksinya, baik perupa pemberian atau hadiah dari sahabat-sahabatnya, termasuk angklung pemberian Presiden Soekarno dan patung kayu "God Shiva on The Garuda".

Pemerintah RI, dikatakannya, pernah ingin menyerahkan Gedung Pemuda untuk dijadikan Museum Bung Karno, dan sangat ideal karena dekat dengan salah satu hasil karya berupa Gelora Senayan yang kini sudah diubah menjadi Gelora Bung Karno.

Menurut Guruh, banyak memorabilia Soekarno hilang entah ke mana rimbanya, dan yang disayangkannya bintang jasa maupun berbagai penghargaan dari seluruh dunia sudah tercerai-berai. Hanya ada beberapa di keluarga.

Guruh juga bercerita mengenai film Soekarno yang disutradarai Hanung Bramantyo yang jauh dari kebenaran dan bagaimana Soekarno digambarkan secara salah, dan juga Ibu Fatmawati yang berkesan merebut suami orang.

"Ibu ku bukan seperti itu," ujarnya.

Diakuinya, film Soekarno tersebut hampir seluruh yang digambarkan dalam film tersebut tidak benar, dan bagaikan satu pepatah: "Soekarno kill Soekarno."

"Padahal, justru yang membunuh Soekarno adalah para pengikut Soekarno," katanya.

Ia menimpali, "Kalau saya banyak uang, saya akan membuat film Soerkano yang sesungguhnya. Dan, itu dibutuhkan dana satu triliun, bukan dengan anggaran terbatas, karena filmnya akan abadi, seperti layaknya film G30S PKI yang dulu selalu diputar di setiap bulan September."

Dalam suasana santai dan hembusan angin di musim semi kota Beograd, Guruh pun bercerita mengenai Soekarno dan juga faham yang dibawanya, serta pemimpin yang layak memimpin bangsa, seperti Joko Widodo (Jokowi) yang digadang-gadang banyak pihak akan menjadi calon presiden (capres) 2014.

Ia juga menyampaikan harapan Soekarno dalam pidato terakhir yang disebut dengan "Jangan Melupakan Sejarah" (Jas Merah), dengan menyebutkan agar bangsa Indonesia tidak sekali-kali meninggalkan sejarah, dan cara-cara imperialis yang ingin menjatuhkannya.

Namun, ia mengakui, usahanya untuk merajut kembali hubungan Indonesia dan Serbia masih banyak yang perlu dilakukan, dan berencana ingin mengadakan pagelaran besar-besaran di Beograd yang tercetus dalam suasana santai.

Ia pun sempat bertanya kepada Dubes Semuel Samson, apakah ada gedung pertunjukkam yang dapat menampung undangan cukup banyak.

Mereka pun berkunjung ke gedung pertunjukkan di tengah malam, yang tentu saja sudah tutup. Anehnya, petugas gedung langsung membukakan pintu tatkala mengetahui bahwa yang datang adalah Dubes RI dan putra bungsu Soekarno.

Hal ini mengambarkan nama Indonesia dan juga Soekarno yang direpresentasikan oleh Guruh Soekarnoputra dapat menjadi modal bagi bangsa dan negara RI untuk bisa memanfaatkan keberadaan Serbia di wilayah Eropa Timur bagi kepemtingan kedua negara, demikian Semuel Samson. (*)

Oleh Zeynita Gibbons
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014