Jakarta (ANTARA News) - Embrio Partai Golkar muncul dari gagasan sejumlah tokoh Angkatan Darat pada pertengahan dekade 1960-an, ketika pengaruh Partai Komunis Indonesia terus membesar dan meluas di nusantara.

Saat itu, berbarengan dengan era akhir pemerintahan Presiden pertama RI, Soekarno, lahirlah Sekretariat Bersama (Sekber) Golkar yang digagas para perwira AD dan menaungi puluhan organisasi pemuda, wanita, sarjana, buruh, tani, dan nelayan.

Sekber Golkar saat itu diklaim  menadi wadah fungsional untuk golongan karya murni yang tidak berada di bawah pengaruh politik tertentu. Jumlah organisasi yang bernaung di bawah Sekber Golkar awalnya berjumlah 61, namun meningkat menjadi 291 organisasi.

Menjelang Pemilu 1971, Kelompok Induk Organisasi (KINO) dalam Sekber Golkar mengeluarkan keputusan bersama tertanggal 4 Februari 1970 untuk ikut menjadi peserta Pemilu melalui satu nama dan tanda gambar yaitu Golongan Karya (Golkar). Logo itu berupa Pohon Beringi yang dilatarbelakangi warna dasar kuning, yang bertahan sampai sekarang.

Walaupun tampil sebagai entitas baru, Golkar tampil sukses di Pemilu 1971 dengan raihan 34.348.673 suara atau 62,79 persen dari total perolehan suara.

Golkar menyatakan diri bukan parpol karena terminologi parpol mengandung pengertian dan pengutamaan politik dengan mengesampingkan pembangunan dan karya.

Golkar memulai dominasinya pada Orde Baru di bawah kuasa Presiden Soeharto. Selama puluhan tahun Orde Baru berkuasa, jabatan-jabatan dalam struktur eksekutif,

legislatif dan yudikatif, hampir semuanya diduduki oleh kader Golkar.

Kemenangan Pemilu 1971 diulangi pada Pemilu-Pemilu pemerintahan Orde Baru lainnya pada 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pada saat Orde Baru, terdapat kebijakan

Soeharto yang dinilai membantu Golkar, yakni peraturan monoloyalitas PNS.

Peraturan monoloyalitas merupakan kebijakan yang mewajibkan semua pegawai negeri sipil (PNS) untuk menyalurkan aspirasi politiknya kepada Golkar. Setelah Suharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998, kebijakan yang menuai banyak kecaman di reformasi ini dicabut.

Setelah pemerintahan Soeharto selesai dan reformasi bergulir, Golkar berubah wujud menjadi Partai Golkar, dan untuk pertama kalinya mengikuti Pemilu tanpa ada bantuan  kebijakan-kebijakan era Soeharto.

Pada Pemilu 1999, di era Presiden Habibie, dominasi Partai Golkar dipatahkan oleh PDI-Perjuangan.

Menjelang Pemilu 2014, Golkar pada beberapa kesempatan memaparkan visinya untuk Indonesia hingga 2045, ketika momentum 100 tahun kemerdekaan Indonesia tiba.
Ketua Umum DPP Partai Golkar, kini, Aburizal Bakrie bersikukuh ingin tampil sebagai bakal Calon Presiden.

Meskipun anjlok pasca-Orde Baru runtuh, Golkar mampu berusaha mempertahankan konsolidasi yang baik dengan para kadernya. Pada Pemilu 2009, Partai Golkar mendapat 107 kursi (19,2 persen) di DPR setelah meraih 15.037.757 suara (14,5 persen).

Pengurus:
Ketua Dewan Pertimbangan Partai: Akbar Tandjung
Ketua Umum: Aburizal Bakrie
Wakil Ketua Umum: Agung Laksono dan Theo L Sambuaga
Bendahara: Setya Novanto
Sekretaris Jenderal: Idrus Marham


Alamat Kantor DPP : Jl. Anggrek Nelly Murni, Jakarta 11480
Telp : 021- 5302222
Fax : 021- 5303380
Website : www.partai-golkar.or.id
Twitter : @Golkar2014

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Imansyah
Copyright © ANTARA 2014