Semarang (ANTARA News) - Rencana pemerintah mengadopsi perjanjian internasional atau ratifikasi tentang kerangka pengendalian tembakau atau Framework Convention of Tobacco Control (FCTC) berpotensi mengancam kelangsungan industri rokok di Indonesia, termasuk di Jawa Tengah.

Anggota kelompok kerja pertembakauan Jawa Tengah, Zamhuri, di Semarang Kamis mengatakan, selama ini Jawa Tengah menjadi salah satu daerah yang memiliki banyak sentra industri rokok.

Khusus untuk wilayah ini, ada 11 kabupaten/kota yang terdapat sentra bahan baku tembakau dan 13 kabupaten/kota memiliki industri rokok.

Menurut Sekjen Studi Kretek Indonesia tersebut, luas budidaya tanaman tembakau di Jawa Tengah mencapai 52.317 hektare dengan hasil panen sebesar 40.873 ton/tahun, sedangkan jumlah petani tembakau mencapai 160.210 petani.

Secara nasional, rokok jenis kretek atau yang mengandung cengkeh selama ini mendominasi market share dari keseluruhan penjualan rokok di Indonesia, bahkan dari tahun 2009 ke 2012 ada peningkatan yang cukup signifikan.

Di tahun 2013, dari penjualan Rp205 triliun seluruh jenis rokok, 93 persennya atau setara dengan Rp195 triliun dikuasai oleh rokok kretek dengan tembakau yang mengandung nikotin 40 persen hingga 60 persen mg dan tar 3-4 mg.

Sementara jika menyesuaikan standarisasi bahan baku FCTC, maka tembakau produksi Indonesia tidak memenuhi standar, kandungan nikotin dan tar tembakau lokal masih tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan standar FCTC yang mengacu pada WHO.

Menurutnya, untuk memenuhi standar tersebut ada dua cara yang bisa ditempuh, di antaranya mengimpor tembakau dan pengadaan teknologi laser pembuat filter yang harganya sangat mahal.

"Sangat kecil kemungkinan industri menengah dan bawah bisa membeli alat tersebut, untuk itu satu-satunya cara adalah impor tembakau," kata dia.

Jika impor dilakukan akan mempersulit kondisi petani tembakau karena jika tetap menggunakan tembakau lokal, industri rokok di Indonesia akan kalah bersaing dengan asing.

Sejumlah perusahaan rokok di indonesia saat ini telah mengeluarkan produk rokok dengan kadar nikotin dan tar yang rendah, padahal produk rokok tersebut dibuat dengan mesin, sehingga otomatis mengurangi tenaga kerja di perusahaan.

Akibatnya, produk sigaret kretek tangan terus mengalami penurunan dari market share 40 persen menjadi 25 persen, kondisi tersebut bisa berakibat pada ancaman PHK 4 juta pekerja industri rokok.

Untuk itu, pihaknya berharap, pemerintah membatalkan rencana ratifikasi FCTC, karena ditengarai FCTC muncul dilatarbelakangi persaingan untuk merebut pasar rokok kretek yang sangat besar.

Pewarta: Aris Wasita Widiastuti
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014