Balikpapan (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan terus bekerja secara profesional dan tidak terganggu dengan adanya uji materi Undang-undang (UU) OJK di Mahkamah Konstitusi demi terselenggaranya pengawasan perbankan dan jasa keuangan lainnya, kata seorang pengamat ekonomi.

"OJK harus terus bekerja meski ada judicial review," kata Ichsanuddin Noorsyi dalam diskusi OJK Goes to Campus di Universitas Balikpapan (Uniba), Kalimantan Timur, Kamis

Ichsan menjelaskan jika OJK berhenti bekerja maka akan ada kevakuman pengawasan yang bisa dimaknai dengan tiadanya kepastian hukum dalam pengelolaan dan pengawasan lembaga keuangan.

"Bayangkan jika tidak ada kepastian hukum dalam pengelolaan dan pengawasan bank, pasar modal, asuransi dan lainnya," katanya.

Ichsan yang mengaku turut membidani kelahiran UU yang mengatur tentang bank sentral dan OJK juga berpendapat bahwa tidak mungkin OJK dihentikan kegiatannya seperti yang diminta pihak yang mengajukan uji materi terhadap UU OJK di MK, karena tuduhan bahwa pembentukan OJK tidak ada payung hukumnya di konstitusi, mudah dipatahkan.

Menurut dia, pembentukan OJK tetap berpayung hukum konstitusi.

Konstitusi mengamanatkan pembentukan lembaga negara melalui pendekatan organik seperti BI, dan BPK serta anorganik yang dibentuk bisa atas dasar perindah undang-undang maupun kebutuhan seperti KPK, LPS dan OJK.

Selain itu, tujuan pendirian OJK adalah mencapai masyarakat yang sejahtera seperti diamanatkan dalam konstitusi Pasal 33 UUD 1945.

Tentang OJK dianggap sebagai jalur liberalisasi di Indonesia, Ichsan mengatakan itu tidak benar. Jalur liberalisasi itu sudah ada sebelumnya yaitu melalui UU Perbankan, UU Lalulintas Devisa dan UU Penanaman Modal.

Sekelompok ekonom mengajukan permohonan gugatan uji materi UU Nomor 21 Tahun 2011 OJK ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan ini didasarkan dengan pertimbangan atas OJK yang dianggap tidak independen.

Dalam provisi, OJK diminta berhenti sementara dan diambil alih oleh Bank Indonesia. Selain itu, OJK diminta untuk diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan.



Posisi otoritas

Ichsanuddin mengatakan masalah yang dihadapi OJK saat ini adalah di mana sebenarnya posisi otoritas itu dalam struktur kenegaraan.

Selain itu bagaimana menerapkan kebijakan berkaitan dengan status independen dan berkoordimasi dengan lembaga lain dalam melakukan pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan.

"Bagaimana OJK bisa melaksanakan independensi jika kelebihan penerimaan fee dari industri keuangan disetor kepada negara dengan berkoordinasi dengan menteri keuangan," katanya.

Diskusi tersebut juga menampilkan Deputi Komisioner Pengawasan Industi Keuangan Non-Bank OJK, Ngalim Sawega sebagai pembicara.

Pewarta: Ahmad Buchori
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014