Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengapresiasi sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang belum menyetujui ratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control - FCTC).

Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Muhammad Sulthan Fatoni melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu, mengatakan sikap Presiden itu merupakan bentuk keberpihakan terhadap rakyat.

"FCTC itu simbol kekuatan ekonomi global, dan patut disyukuri sikap Presiden yang tanpa ragu berada di pihak rakyat," kata Sulthan.

Ia mengatakan, isu ratifikasi FCTC dan polemik UU Kesehatan mengganggu petani tembakau untuk memperoleh hak-hak dasar kehidupannya.

"Ini soal perlindungan, keadilan, kesejahteraan, dan perbaikan hidup masyarakat yang harus dipenuhi Pemerintah," katanya.

Sulthan berharap Pemerintah lebih sensitif terhadap isu-isu pertanian, sekaligus fokus menyelesaikan persoalan pertanian.

Ia mengatakan saat ini petani butuh perhatian pada sektor permodalan, infrastruktur, perlindungan harga pascapanen, dan tata niaga yang baik.

"Sejak empat tahun terakhir kami terjun melakukan pendampingan, itu yang mendesak dibutuhkan oleh petani," kata Sulthan.

Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Jumat (7/3), mengatakan hingga saat ini Presiden belum menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) tentang ratifikasi FCTC.

Menurut Dipo, banyak pertimbangan yang mendasari sikap Presiden itu, salah satunya adalah memperhatikan nasib petani tembakau.

Selain itu, menurut Dipo, industri rokok kretek masih dianggap penting oleh Pemerintah karena menyumbang pendapatan negara hingga Rp110 triliun dari cukai tembakau.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014