Kabul (ANTARA News) - Wakil Presiden Afghanistan, Mohammad Qasim Fahim, yang dulu salah satu panglima perang sangat ditakuti di negara itu, meninggal karena penyebab alami, kata sejumlah pejabat, Minggu.

Pemerintah Afghanistan menyatakan akan melakukan perkabungan nasional tiga hari atas kematian wapres tersebut, kata mereka.

Fahim, seorang pemimpin minoritas etnik Tajik, menjadi wapres senior untuk Presiden Hamid Karzai, yang akan melepaskan jabatannya pada saat pemilihan umum bulan depan ketika pasukan tempur NATO bersiap-siap meninggalkan Afghanistan setelah perang 13 tahun melawan Taliban.

Fahim (56), meski disebut-sebut sebagai orang kuat kejam yang bisa menjaga pasukan milisinya sendiri, mendapat dukungan AS ketika Afghanistan berusaha menjaga stabilitas setelah runtuhnya rejim Taliban pada 2001.

"Dengan sangat sedih, kami umumkan bahwa Wapres Pertama, Marsekal M.Q. Fahim, meninggal dunia. Semoga jiwanya beristirahat dalam kedamaian," kata juru bicara kepresidenan Aimal Faizi di akun Twitter-nya.

"Pemerintah Afghanistan mengadakan perkabungan nasional tiga hari, dimana bendera setengah tiang akan dikibarkan untuk menghormati kematiannya," tambahnya.

Fahim meninggal ketika pasukan tempur NATO bersiap-siap meninggalkan Afghanistan.

Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.

NATO bertujuan melatih 350.000 prajurit dan polisi Afghanistan pada akhir 2014 untuk menjamin stabilitas di negara itu, namun tantangan-tantangan tetap menghadang dalam proses peralihan itu.

Desersi, penugasan yang buruk dan semangat rendah termasuk diantara masalah utama yang menyulitkan para komandan NATO dan Afghanistan.

Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan setelah digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer, demikian AFP.

(Uu.M014)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014