Hukumannya seumur hidup, atau pidana penjara 4--20 tahun...
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta para calon anggota legislatif incumbent (petahana) menolak menerima gratifikasi menjelang pemilihan umum (pemilu).

"Kepentingan itu adalah bagaimana menghasilkan caleg-caleg yang tidak bermasalah sejak dari awal, misalnya tidak main gratifikasi terutama yang incumbent (petahana)," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqqodas di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Busyro menyatakan hal tersebut dalam konferensi pers bersama dengan Wakil, komisioner Komisi Pemilihan Umum Ida Budiarti, komisioner Badan Pengawas Pemilu Nelson Simanjuntak, pengamat politik Burhanuddin Muhtadi, Deputi Direktur Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Ferry Junaedi, serta Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Mochammad Afifuddin ditambah perwakilan dari lima partai politik yaitu PBB, Golkar, PDI-Perjuangan, Gerindra dan PKPI.

Gratifikasi menurut pasal 12B Ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 juncto UU No 20 Tahun 2001, yang dimaksud dengan "gratifikasi" adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

"Hukumannya seumur hidup, atau pidana penjara 4--20 tahun, karena itu kami kirim surat edaran ke seluruh pimpinan parpol sudah dikirimkan, dan diterima Pak Trimedya (Panjaitan) dan akan disebarluaskan," tambah Busyro.

Tujuan pencegahan tersebut adalah agar caleg yang terpilih dari pusat hingga daerah relatif bersih, apalagi 90,5 persen anggota DPR 2004--2009 kembali mencalonkan diri pada Pemilu 2014,

"Terakhir hampir kasus korupsi yang ditangani KPK berkaitan dengan elit-elit pusat dan daerah. Konspirasi dibelakangnya itu ada cukong busuk dan di tengahnya ada aktor makelar proyek yang berkeliaran di sekitar banggar dan makelar kasus. Kami ingin pemilu ini nanti dikurangi semaksimal mungkin," tegas Busyro.

Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono yang hadir dalam konferensi pers menjelaskan perbedaan sumber dana yang dianggap sebagai gratifikasi dan yang tidak.

"Caleg incumbent baik anggota DPR, DPRD, menteri, gubernur dan lain-lain boleh dapat dana kampanye dari parpol dan dari kekayaan diri sendiri, kalau ada pihak ketiga menyumbang itu gratifikasi," kata Giri.

Sedangkan Ida Budiarti menyatakan bahwa peran strategis antara KPU dan KPK untuk mengatur pelaporan dana kampanye dan bagaimana UU memberikan akses kepada publik untuk melihat akuntabilitas dana kampanye.

"Pertama kami mendorong peserta pemilu menyampaikan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye secara periodik, mesti tidak diatur UU tapi direspon peserta pemilu semuanya. Kami juga meminta kepada para calon pembukuan dana kampanye, ini menjadi satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan," kata Ida.

Ia berharap agar imbauan KPK ini pun didukung oleh penyelenggara lain seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Bawaslu dan lembaga swadaya masyarakat.

Sedangkan Nelson Simanjuntak mengapresiasi tindakan KPK. "Saya ingatkan ke caleg karena persaingan antarpartai politik sangat tinggi. saya ingatkan untuk tidak menerima gratifikasi karena bisa digunakan oleh caleg yang lain untuk menggugurkan dia nantinya," ungkap Nelson.

Sedangkan Burhanuddin Mutadi meminta agar masyarakat memastikan proses rekrutmen elit politik sesuai mekanisme yang transparan dan akuntabel.

"Melalui pemilu kita dapat memilih siapa yang paling akuntabel, bersih untuk menjadi wajah kita selama 5 tahun mendatang, dari sanalah kita bisa melihat bagaimana pengelolaan dana kampanye terbuka atau tidak. Dananya sampah maka output-nya juga sampah," kata Burhanuddin.

KPK menurut Busryo sudah siap menerima laporan adanya caleg yang diketahui tidak transparan dan akuntabel. "KPK siap menerima laporan dari caleg-caleg yang tidak transparan, baik di pusat atau pun daerah. Kami akan proses. Caleg yang bermasalah dengan gratifikasi maka akan diproses," ungkap Busyro. 

(D017)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014