Penyerapan belanja subsidi energi harusnya ditargetkan bagi masyarakat miskin agar lebih efektif pemanfaatannya, tepat sasaran dan mengurangi risiko fiskal,"
Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia mengingatkan pentingnya reformasi dalam alokasi belanja subsidi energi agar dapat lebih efektif dimanfaatkan bagi masyarakat miskin yang membutuhkan serta mengurangi beban fiskal.

"Penyerapan belanja subsidi energi harusnya ditargetkan bagi masyarakat miskin agar lebih efektif pemanfaatannya, tepat sasaran dan mengurangi risiko fiskal," kata Ekonom Utama Bank Dunia Jim Brumby di Jakarta, Selasa.

Jim mengatakan reformasi tersebut diperlukan, karena diperkirakan alokasi subsidi energi, terutama Bahan Bakar Minyak (BBM), pada 2014 akan meningkat hingga mencapai Rp267 triliun atau lebih tinggi dari pagu Rp211 triliun.

"Kenaikan harga BBM seperti tahun lalu, adalah langkah yang baik, karena kesenjangan kembali terjadi akibat depresiasi rupiah dan permintaan yang selalu bertambah," katanya.

Secara keseluruhan, Jim menambahkan, kelebihan belanja subsidi akan mempengaruhi defisit anggaran yang diperkirakan pada 2014 akan mencapai 2,6 persen terhadap PDB, lebih tinggi dari target dalam APBN sebesar 1,69 persen terhadap PDB.

"Ini akan menyebabkan tekanan pada sektor fiskal Indonesia karena penerimaan negara diperkirakan mengalami pelemahan tahun ini, padahal belanja subsidi energi cenderung meningkat," katanya.

Untuk itu, ia mengatakan pentingnya penyusunan kebijakan reformasi yang berorientasi masa depan, karena hal tersebut akan makin memperkuat keberhasilan ekonomi Indonesia yang ditargetkan mencapai enam persen tahun ini.

"Penyesuaian kebijakan harus menyangkut pengalihan belanja subsidi yang signifikan kepada kebutuhan yang lebih mendesak, seperti investasi bidang infrastruktur, perbaikan iklim investasi dan perbaikan pelayanan masyarakat," ujar Jim.

Bank Dunia memberikan dua skenario reformasi dalam kebijakan BBM bersubsidi, namun kedua alternatif yang diusulkan tersebut merupakan kebijakan untuk menaikkan harga premium dan solar bersubsidi, seperti 2013.

Skenario pertama, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp2000 per liter untuk premium dan Rp1000 per liter untuk solar, yang dapat menghemat Rp45,2 triliun dan menahan pelebaran defisit anggaran hanya 2,1 persen terhadap PDB.

Skenario kedua, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi hanya setengah dari harga keekonomisan pasar, yang dapat menghemat subsidi lebih besar yaitu Rp68,8 triliun, sehingga defisit anggaran dapat bertahan pada 1,9 persen terhadap PDB.(*)

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014