Kabul (ANTARA News) - Sedikitnya sembilan warga sipil, termasuk seorang wartawan AFP, anak-anak dan warga asing, tewas dalam serangan Taliban terhadap sebuah hotel mewah di Kabul, kata sejumlah pejabat, Jumat, beberapa pekan menjelang pemilihan presiden Afghanistan.

Serangan itu dilakukan Kamis malam oleh empat remaja bersenjatakan pistol yang disembunyikan di kaos kaki mereka, yang berhasil menembus beberapa lapisan keamanan di tempat bergengsi yang sering dikunjungi tamu asing di ibu kota Afghanistan tersebut.

Sardar Ahmad, seorang wartawan berusia 40 tahun di biro AFP di Kabul, termasuk diantara mereka yang tewas, bersama istri dan dua dari tiga anak mereka.

Seorang wartawan foto AFP mengidentifikasi empat mayat di sebuah rumah sakit kota itu dan mengatakan, putra bungsu keluarga itu menjalani perawatan darurat setelah terluka parah dalam serangan tersebut.

Ahmad bergabung dengan AFP pada 2003 dan menjadi wartawan senior kantor berita itu di Kabul. Ia meliput semua aspek kehidupan, perang dan politik di negara asalnya, Afghanistan, untuk AFP.

Presiden Afghanistan Hamid Karzai menyatakan sangat sedih atas kematian Ahmad.

"Pembunuhan Sardar Ahmad, istri dan dua putra mereka merupakan kejahatan besar dan memilukan serta menyedihkan," kata Karzai dalam sebuah pernyataan yang dilansir Reuters.

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu dan mengatakan, orang-orang bersenjata itu menyerang para tamu yang melakukan perayaan menjelang tahun baru Afghanistan pada Jumat.

Serena Hotel diserang beberapa kali selama pemberontakan Taliban, namun srangan Kamis itu merupakan yang paling mematikan sejauh ini.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan setelah digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.

NATO bertujuan melatih 350.000 prajurit dan polisi Afghanistan pada akhir 2014 untuk menjamin stabilitas di negara itu, namun tantangan-tantangan tetap menghadang dalam proses peralihan itu.

Desersi, penugasan yang buruk dan semangat rendah termasuk diantara masalah utama yang menyulitkan para komandan NATO dan Afghanistan.

Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

(Uu.M014)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014