Mereka akan mengembangkan ke wilayah lain di luar Trenggalek."
Trenggalek (ANTARA News) - Satu tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror dijadwalkan tiba di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, untuk menyidik paket bahan peledak (handak) yang diidentifikasi terkirim dari biro jasa ekspedisi JNE wilayah Kecamatan Panggul pada 18 Februari 2014.

"Informasi yang kami terima begitu. Hari ini Densus akan melakukan pendalaman sekaligus pengembangan kasus tersebut," kata Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Trenggalek, AKBP Denny Setya Nugraha Nasution, Minggu.

Ia mengisyaratkan bahwa salah satu fokus penyidikan adalah rumah orang tua terduga teroris Galih Satria alias Hari Rahayu (29) di Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek.

Selain mendalami kemungkinan keberadaan jaringan teroris lain di wilayah Trenggalek dan sekitar, polisi saat ini menyidik lokasi perakitan bom pipa dan bom dalam kemasan plastik yang tertuang dalam pengakuan Galih.

Asal-usul bahan peledak berupa urea nitrate yang didapat Galih juga tidak luput dari perhatian kepolisian.

Namun, Polres Trenggalek pada Jumat (22/3) lalu belum menemukan material ataupun sisa bahan baku yang dimaksud Galih.

"Mereka akan mengembangkan ke wilayah lain di luar Trenggalek," ujar Denny.

Kapolri Jenderal Polisi Sutarman sebelumnya mengumumkan, Galih Satria ditangkap tim Densus 88 Antiteror pada 13 Maret 2014 di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Pemuda asal Panggul, Trenggalek, itu diidentifikasi sebagai pelaku pengiriman paket berisi dua unit bahan peledak jenis bom pipa dan bom dalam kotak plastik dari kampung halaman orang tuanya tersebut dengan tujuan Singkang Wajo, Sulawesi Selatan.

Galih merupakan mantan narapidana kasus terorisme pada awal Januari 2011, karena kedapatan membawa bahan peledak saat dilakukan operasi cipta kondisi di depan Mapolres Magetan, Jawa Timur.

Ia kemudian dijatuhi hukuman dua tahun tiga bulan (27 bulan) oleh Pengadilan Negeri Magetan mulai 3 Mei 2011 dan bebas bersyarat pada 11 Juli 2012.

Keberadaan dan aktivitas Galih yang tercatat pernah bekerja sebagai buruh kebun di wilayah Sulawesi Selatan ini, pasca lepas dari penjara, sebenarnya terus dipantau oleh intelijen kepolisian maupun TNI.

Di lingkungan rumah orang tuanya di Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Galih dikenal sebagai pribadi yang tertutup, bahkan terhadap keluarga dan kedua orang tuanya.

Menurut pengakuan Kepala Dusun Wonocoyo Utara, Misdi, aktivitas Galih lebih banyak dilakukan di dalam rumah serta beribadah di masjid, meski secara penampilan dan cara berpakaian dikatakan tidak lagi menyolok dengan mengenakan baju gamis panjang ataupun memelihara jenggot, seperti sebelum tertangkap polisi di Magetan. (*)

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014