Sudah seharusnya alokasi dana perlindungan TKI ditingkatkan dari sekitar Rp100 miliar pada 2014 menjadi Rp1 triliun pada 2015,"
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VI DPR RI Poempida Hidayatullah mendesak pemerintah untuk meningkatkan alokasi dana perlindungan dan pembelaan terhadap TKI mengingat maraknya kasus hukum yang menimpa TKI.

"Sudah seharusnya alokasi dana perlindungan TKI ditingkatkan dari sekitar Rp100 miliar pada 2014 menjadi Rp1 triliun pada 2015," kata Poempida Hidayatullah di Jakarta, Rabu.

Menurut politisi Partai Golkar itu, peningkatan alokasi dana perlindungan TKI sangat penting karena TKI merupakan pahlawan devisa yang berkontribusi besar bagi ekonomi nasional.

Ia berpendapat, mekanisme perlindungan jangan dibebankan ke APBN semata saja tapi harus digunakan mekanisme jaminan sosial dengan menggunakan infrstruktur pemerintah yang ada.

"Jangan juga menggunakan asuransi komersial, karena tidak akan pernah tercapai esensi perlindungannya," ucapnya.

Poempida mengemukakan, Partai Golkar mendukung upaya solidaritas masyarakat demi membebaskan salah satu TKI, Satinah dari hukuman pancung di Arab Saudi.

"Partai Golkar perduli dengan nasib Satinah. Dan kami mendukung upaya solidaritas masyarakat dalam membebaskan Satinah dari hukuman pancung," ujarnya.

Menurut dia, jika saja pemerintah Indonesia serius memberikan perhatian bagi para TKI di luar negeri, maka seharusnya Satinah tidak perlu membayar jumlah diat (pembayaran uang darah) yang dituntut keluarga korban sebesar 7 juta riyal atau setara dengan Rp21,25 miliar.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama sejumlah menteri melakukan rapat terbatas membahas nasib Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, termasuk Satinah yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi.

"Kami membahas bantuan hukum kepada semua WNI yang tinggal dan bekerja di luar negeri," kata Presiden Yudhoyono di Kantor Kepresidenan di Jakarta, Rabu.

Presiden menegaskan bahwa Pemerintah selalu memberikan bantuan hukum bagi seluruh WNI yang bermasalah dengan aturan legal di negara tempat mereka bekerja.

Mengenai Satinah, ujar Presiden, Pemerintah telah memberikan penjelasan melalui Menteri Politik, Hukum, dan HAM Djoko Suyanto dan mengaku bahwa isu itu sangatlah sensitif.(*)

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014