Partai justru sulit dijerat Undang-Undang (UU) Pemilu. Padahal dalam beberapa situasi yang paling berperan dalam kasus `money politic` justru partai politik sebagai korporasi,"
Yogyakarta (ANTARA News) - Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum belum tegas menindak praktik politik uang karena belum dapat menjerat partai sebagai sumber pendanaan caleg, kata pakar hukum Universitas Islam Indonesia, Mahrus Ali.

"Partai justru sulit dijerat Undang-Undang (UU) Pemilu. Padahal dalam beberapa situasi yang paling berperan dalam kasus money politic justru partai politik sebagai korporasi," kata Mahrus di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, partai politik (parpol) dapat berperan sebagai sumber pendanaan potensial bagi berbagai aktivitas politik yang rentan politik uang.

Selain itu, politik uang yang bersumber dari parpol justru memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas pendidikan politik, pemimpin yang terpilih, serta proses demokratisasi.

"Dengan kekuatan modal dan relasi kekuasaan yang dimiliki, parpol sebenarnya mampu dengan mudah menjanjikan atau memberikan uang serta materi lainnya kepada peserta pemilu, pemilih, bahkan penyelenggara pemilu," katanya.

Sementara itu, menurut dia, UU tersebut juga tidak dapat difungsikan lagi apabila praktik politik uang yang dilakukan oleh peserta sudah mengarah pada keuangan negara.

"Misalnya presiden, menteri, atau gubernur menggunakan uang negara untuk kampanye, maka UU tersebut tidak dapat digunakan, karena telah masuk ranah tindak pidana korupsi," katanya.

Mahrus mengatakan, dalam UU No.8/2012 tentang Pemilu tersebut, secara substansi hanya mengarah pada perbuatan yang dilakukan perorangan. UU tersebut belum berani langsung terfokus pada parpol dalam penindakan politik uang.

"Dalam UU tersebut juga hanya menyebutkan bahwa money politic diancam dengan pidana penjara beserta denda yang tidak mungkin dapat dijatuhkan untuk parpol atau korporasi," katanya.(*)

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014