Nanti kan kita laporkan ke Dumas dulu, saya hanya ingin mengatakan setelah saya pelajari, (kampanye pilpres) ini tidak `clean and clear`."
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menyarankan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyerahkan laporan hasil audit independen mengenai dana kampanye pemilihan presiden (pilpres) pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono pada pemilihan umum 2009 ke Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.

"Tadi dalam pemeriksaan, menurut penyidik, AU (Anas Urbaningrum) menyampaikan data yang menurut pengakuan AU sebagai data audit independen dana kampanye pilpres SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Karena data yang diakui adalah data audit dana kampanye, maka penyidik menyarankan untuk melaporkan ke bagian pengaduan masyarakat KPK karena tidak terkait dengan kasus yang disangkakan kepada AU," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat.

Jumat, saat akan diperiksa KPK dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain serta tindak pidana pencucian uang, Anas menunjukkan laporan audit independen mengenai pilpres 2009 kepada wartawan.

Laporan yang ditunjukkan Anas itu berjudul "Laporan Akuntan Independen atas Penerapan Prosedur yang Disepakati terhadap Laporan Penerimaan dan Penggunaan Dana Kampanye Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono serta Tim Kampanye Nasional".

Anas sendiri seusai diperiksa KPK selama sekitar tujuh jam juga membenarkan pernyataan Johan Budi tersebut.

"Setelah diperlihatkan ke penyidik, dibaca-baca sedikit, penyidik menyarankan agar data dan berkas tersebut diserahkan ke direktorat pengaduan masyarakat. Tentu saya bawa pulang lagi. Ini saya bawa pulang lagi nih," kata Anas sambil menunjukkan laporan tersebut.

Anas pun mengaku pada pilpres 2009 tidak mengurusi perihal dana, tapi ia mendapatkan data tersebut sehingga menemukan kejanggalan dalam pendanaan pilpres tersebut.

"Saya ingin menyampaikan bahwa memang saya tidak pernah mengurusi urusan dana pilpres, itu betul, jadi kalau ada yang mengatakan Anas tidak tahu urusan dana pilpres, saat itu memang saya tidak tahu, tapi kira-kira 10 bulan lalu saya tahu dan setelah saya pelajari dari data ini, saya validasi sendiri, ini menarik, banyak yang janggal oleh karena itu saya serahkan ke KPK," tambah Anas.

Anas juga membantah bahwa ia bukan tim sukses (timses) SBY-Boediono pada pilpres 2009.

"Ada yang bilang Anas bukan timses SBY-Boediono 2009, semua saya kira tahu lah masa Anas bukan timses? Buka saja berita media, TV, koran, online tahun 2009, lebih banyak mana yang sebut Anas timses atau bukan? Pasti lebih banyak berita Anas sebagai timses," ungkap Anas

Namun Anas tidak mau mengungkapkan apa kejanggalan yang termuat dalam laporan tersebut.

"Nanti kan kita laporkan ke Dumas dulu, saya hanya ingin mengatakan setelah saya pelajari, (kampanye pilpres) ini tidak clean and clear," jelas Anas.

Sedangkan dalam pemeriksaannya hari ini, Anas mengaku bahwa penyidik masih mendalami mengenai penyelenggaraan kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung.

"Hari ini kelanjutan pemeriksaan yang intinya adalah pendalaman lebih lanjut tentang kongres, pertanyaannya tentang kongres, pra- kongres kemudian proses kongresnya di Bandung, tapi memang yang didalami dari sisi Anas, sisi dua kandidat lain tidak didalami," jelas Anas.

Anas dalam kasus TPPU disangkakan pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan atau Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari kejahatan.

Ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Sedangkan untuk tindak pidana korupsi, KPK menyangkakan Anas berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Anas dalam surat dakwaan mantan Menpora Andi Mallarangeng mendapat Rp2,21 miliar untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010. (D017/A013)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014