Denpasar (ANTARA News) - Kawasan pantai yang menjadi salah satu daya tarik wisatawan mancanegara berliburan ke Pulau Dewata kini menjadi tempat pelaksanaan Melasti (mekiyis) serangkaian pelaksanaan hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1936.

Hampir semua kawasan pantai di Bali kini dipadati umat untuk melaksanakan ritual pembersihan benda-benda suci yang dikeramatkan (pratime).

Masing-masing desa adat di Bali memilih kegiatan ritual melasti di pantai terdekat yang umumnya ditempuh dengan jalan kaki, meskipun ada yang menempuh jaraknya mencapai puluhan kilometer.

Desa Adat Tabanan di daerah "Gudang Beras" itu melakukan melasti ke Pantai Yeh Gangga yang berjarak sekitar tujuh kilometer itu ditempuh dengan jalan kaki, masing-masing warga membawa perlengkapan ritual yang diiringi dengan alunuan intrumen gamelan yang bertalu-talu.

Demikian pula masyarakat Kota Denpasar dan Kabupaten Badung melakukan ritual melasti ke Pantai Sanur, Pantai Kuta dan sekitarnya yang dilakukan antara hari Jumat (28/3) atau hari Sabtu (29/3), sesuai pedoman dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali.

Sedangkan masyarakat Desa Adat Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kabupaten Tabanan, sekitar 25 km barat laut Denpasar yang lokasinya jauh dari pantai maupun danau melaksanakan ritual melasti itu ke sumber mata air (beji) yang selama ini disucikan.

Desa Adat Ole yang berpenduduk 287 kepala keluarga (KK) itu melaksanakan melasti pada hari pertama (Jumat, 28/3) sesuai pedoman PHDI tersebut ke Pura Beji Pucang yang berjarak sekitar lima kilometer.

Kegiatan yang sebagian besar melibatkan masyarakat di daerah pedesaan itu, kondisinya jauh berbeda dengan masyarakat perkotaan yang selalu ditandai dengan kemacetan lalu lintas sehingga perlu pengaturan yang khusus dari petugas kepolisian maupun petugas keamanan desa adat (Pecalang).

Desa yang bersebelahan dengan Taman Makan pahlawan (TMP) Taman Pujaan Bangsa Margarana tempat gugurnya pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai yang baru-baru ini sempat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menempuh jalan yang melewati hamparan lahan persawahan yang sedang menghijau.

Meskipun perjalan cukup jauh di bawah terik matahari, semua warga dari yang kecil, dewasa hingga orang tua berbondong-bondong ikut ambil bagian, tutur Jero Bendesa Adat Ole, Wayan Dana.

Iring-iringan
Kegiatan ritual melasti yang disemarakkan dengan instrumen gong bleganjur menyertai iring-iringan umat mengusung "pratima" dari Desa adat (Pekraman) Ole, Desa Marga Dauh Puri menuju tempat Beji Pucang di tengah ladang di pinggiran Sungai Yeh Panan.

Pratime dari keempat pura yakni Pura Bale Agung, Puseh, Pura Dalem Base dan Pura Daleng Gede dibersihkan secara kasat mata. Ke-1.480 desa adat di Bali melaksanakan kegiatan serupa.

Melasti, kegiatan yang mengawali rangkaian ritual Nyepi, wajib dilakukan oleh masing-masing desa adat di Bali. Bagi warga masyarakat yang bermukim di pantai melakukan kegiatan itu ke laut. bagi yang di gunung melakukannya ke danau dan masyarakat yang jauh dari pantai maupun gunung dapat melakukan hal itu ke sumber mata air terdekat.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana MSi menjelaskan, prosesi melasti sesuai pedoman dapat dilakukan sesuai kondisi setempat (desa, kala, patra) antara hari Jumat (28/3) dan Sabtu (29/3).

Dari 1.480 desa adat di Bali masing-masing dapat memilih salah satu dari dua hari baik yang ditetapkan untuk melaksanakan ritual Melasti, termasuk masyarakat di Kota Denpasar.

Umat Hindu di Bali dalam memperingati pergantian tahun baru saka dari 1935 ke tahun baru saka 1936 melakukan serangkaian ritual keagamaan yang diawali dengan Melasti.

Selesai Melasti dilanjutkan dengan melaksanakan ritual "Tawur Kesanga" pada hari Minggu (30/3), sehari menjelang Nyepi, dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat Provinsi Bali yang dipusatkan di Pura Besakih, tingkat Kabupaten/Kota, kecamatan, desa adat hingga rumah tangga masing-masing.

Tawur Kesanga yang berakhir pada petang hari itu dilanjutkan dengan "Ngerupuk" dan arak-arakan ogoh-ogoh bertujuan untuk menetralisir semua kekuatan dan pengaruh negatif.

Keesokan harinya, Senin (31/3), umat Hindu merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1936 dengan melaksanakan Tapa Berata penyepian.

Empat pantangan wajib dipatuhi meliputi tidak menyalakan lampu/api (Amati Geni), tidak melakukan aktivitas (Amati Karya), tidak bepergian (Amati Lelungan) serta tidak mengadakan rekreasi atau bersenang-senang (Amati Lelanguan).

Bangun kesucian
Bali tanpa aktivitas saat Hari Suci Nyepi, termasuk ditutupnya bandara internasional Ngurah Rai, keenam keenam pelabuhan laut di Pulau Dewata bermakna pembersihan bhuwana agung (alam semesta) dan bhuwana alit (diri manusia sendiri).

Lewat ritual Nyepi menurut Ketua PHDI Bali Ngurah Sudiana membersihkan bumi dari segala kotoran, baik yang ditimbulkan oleh pikiran, perkataan, maupun perbuatan (Tri Kaya Parisuda).

Dengan membangun kesucian diri seluruh masyarakat dan umat manusia diharapkan mendapat tuntunan dari Yang Maha Kuasa, agar manusia berusaha mengembalikan serta menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam semesta beserta seluruh isinya.

Untuk itu semua orang hendaknya mampu memberikan kontribusi yang maksimal dalam menjaga keseimbangan alam dan menghilangkan sifat serakah dan rakus dalam mengeksploitasi kekayaan alam melebihi kebutuhan, harap Sudiana.

Hari Suci Nyepi sesuai yang termuat dalam kitab suci (Tattwa) keagamaan bukan hanya sebagai titik pergantian tahun baru saka, namun menjadi momentum ruwatan alam semesta yang ditandai oleh serangkaian kegiatan ritual tersebut.

Oleh I Ketut Sutika
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014