Jenewa (ANTARA News) - Badan hak asasi manusia PBB pada Jumat menyerukan kepada Dewan Keamanan untuk mengambil tindakan terhadap para pejabat yang bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan di Korea Utara.

Dewan HAM PBB yang beranggotakan 47 negara di Jenewa mengeluarkan resolusi yang mengutuk "pelanggaran HAM serius yang meluas dan sistematik yang terus terjadi" di negara Asia yang terisolir tersebut.

Resolusi --yang diloloskan dengan 30 suara setuju, enam menentang dan 11 abstain-- itu mendesak DK PBB untuk memastikan bahwa "mereka yang bertanggung jawab untuk pelanggaran HAM, termasuk aksi yang mengarah pada kejahatan kemanusiaan, diminta pertanggungjawabannya".

Dewan tersebut juga memperpanjang selama setahun lagi, penyelidikan atas pelanggaran HAM di negara itu oleh utusan khusus PBB.

Korea Utara yang bukan merupakan anggota Dewan HAM PBB mengecam resolusi itu serta para pendukungnya.

Perwakilan Korea Utara Se Pyong So menyebut teks tersebut sebagai "lawakan Dewan HAM serta penghinaan terhadap masyarakat internasional".

Di tengah beberapa kali keberatan yang diajukan perwakilan AS Paula Schriefer, So mengatakan resolusi itu merupakan "produk konfrontasi dan plot", serta mendakwa bahwa "AS dan pasukan musuh lain" hanya mencoba "menutupi sejarah berdarah mereka".

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan setelah itu, wakil juru bicara Kementerian Luar Negeri Marie Harf mengatakan pemungutan suara itu menunjukkan konsensus bahwa kepemimpinan Korea Utara harus bertanggung jawab atas pelanggaran HAM yang sistematik dan meluas".

Negara tetangga yang juga sekutu dekat Korea Utara, Tiongkok, maju untuk membela Pyongyang, dan bersikeras bahwa laporan 400 halaman yang digunakan sebagai dasar resolusi menarik kesimpulan yang tidak memperhitungkan fakta".

Namun Uni Eropa memuji laporan yang dibuat oleh Komisi Penyelidikan khusus yang dibentuk setahun lalu, dan sangat menyayangkan sikap Pyongyang yang menolak bekerja sama dengan tim penyelidikan.

"Kami sangat prihatin dengan temuan itu," kata perwakilan Yunani, Alexandros Alexandris yang berbicara atas nama UE.

Duta besar Jepang untuk PBB di Jenewa, Takashi Okada sepakat.

"Jepang sangat prihatin dengan pelanggaran HAM sistematis dan meluas yang dilakukan Republik Demokratik Rakyat Korea," katanya.

Waktunya bertindak

Mengutip kepala komisi hakim Australia Michael Kirby, Okada menekankan: "Sekarang saatnya untuk bertindak. Kita tidak dapat mengatakan tidak tahu. Sekarang kita tahu."

Laporan komisi yang dirilis bulan lalu itu, mendokumentasikan berbagai pelanggaran HAM serius di negara itu, termasuk pemusnahan, perbudakan, dan kekerasan seksual.

Para penyelidik mendesak pemimpin Korut untuk menjawab tudingan kejahatan kemanusiaan itu di hadapan mahkamah internasional.

Komisi juga mengutuk sistem yang menjebloskan beberapa generasi dari satu keluarga yang sama ke penjara karena memiliki hubungan kekerabatan.

Korut diperkirakan mempunyai 80 ribu hingga 120 ribu tahanan politik di perbatasan.

Ratusan ribu lebih diyakini mati di kamp-kamp selama setengah abad terakhir, "melalui kelaparan yang disengaja, kerja paksa, eksekusi, serta penganiayaan," kata laporan itu.

Komisi yang akan mengakhiri mandatnya selama setahun bulan ini, juga mengecam penculikan sekitar 200 ribu orang dari negara-negara lain --kebanyakan dari Korea Selatan yang terjebak setelah Perang Korea 1950-53 serta ratusan orang dari belahan dunia lain.

Meski demikian sekutu utama Korut, Tiongkok yang mempunyai hak veto di DK PBB sepertinya akan menolak setiap upaya untuk membawa kasus pelanggaran HAM Korut ke Mahkaman Kejahatan Internasional di Den Haag.

(S022)


Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014