London (ANTARA News) - Organisasi Islam Indonesia yang ada di Inggris, akhir pekan kemarin menggelar dialog online bertema "Pemilu 2014 sebagai momen untuk membangun sinergi dan meningkatkan peran ummat Islam dalam menentukan masa depan bangsa".

Dialog yang digelar Keluarga Islam Indonesia di Britania Raya (KIBAR) di Ruang telekonferensi Skype dengan akun kibar.uk, London, itu diikuti oleh sejumlah perwakilan organisasi islam besar Indonesia yang ada di Inggris.

Mereka antara lain dari Nahdlatul Ulama-UK, Muhammadiyah-UK, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI)-UK, serta Pusat Informasi dan Pelayanan Partai Keadilan Sejahtera UK (PIP PKS UK).

Dialog dipandu oleh Dr. Syahrul Hidayat, akademisi di University of Exeter, menurut pengurus KIBAR Rahmat Sifaurahman dalam keterangannya kepada Antara London, Senin.

Dia mengatakan, dialog yang menggunakan fasilitas teknologi Skype dan radio Internet ini diikuti masyarakat di seluruh UK dan berlangsung santai dan penuh rasa persaudaraan.

Dalam dialog Ketua Muhammadiyah-UK, Hilali Basya mengawali pembicaraan dengan mengutarakan fenomena pemilih yang sebagian besar pragmatis. Mereka memiliki harapan sederhana yaitu menginginkan kehidupan yang aman, nyaman, dan sejahtera, ujar kandidat Doktor di Univesity of Leeds itu.

Adanya kecenderungan organisasi Islam yang menggunakan isu-isu sektarian sebagai imbauan untuk memilih partai Islam, terbukti kurang berhasil untuk mengangkat suara partai-partai Islam dalam pemilihan umum.

Menurut Hilali Basya, diperlukan adalah diskusi di ruang publik yang terbuka ketika membahas masalah kemasyarakatan yang tidak hanya dilihat dari kacamata agama.

Sementara Ganjar Widhiyoga, kandidat doktor di Durham University, menyebutkan bahwa masyarakat akan meninggalkan partai politik karena mereka tidak dapat menyalurkan aspirasi selain karena kurangnya pendidikan politik di masyarakat.

Pragmatisme politik diawali dengan tidak adanya pencerdasan politik di masyarakat dan berujung kepada munculnya kekuatan elit politik yang hanya dibangun oleh kekuatan uang.

Secara alamiah, masyarakat akan melakukan protes dengan dengan tidak memberikan suaranya sebagai upaya untuk mengkritisi sistem dan kinerja parpol.

Gejala pragmatisme masyarakat dalam pemilu yang semakin meningkat juga dibenarkan Dr. Hadi Susanto. Hadi yang mengungkapkan satu fakta bahwa ada di salah satu daerah dimana pemenang pemilihan kepala desa adalah mantan mucikari dan penjahat yang menjanjikan kemanan bagi masyarakat desa.

Menurutnya, hal itu menunjukkan bahwa masyarakat cenderung tidak peduli dengan latar belakang pemimpin desanya tersebut, ujar dosen Matematika di Essex University, Colchester .

Pada bagian lain, gugatan terhadap partai Islam juga dilontarkan Nizma Agustjik, aktivis sosial yang juga perwakilan dari ICMI UK mengatakan banyak caleg yang berubah Islami ketika pemilu saja dan hanya menonjolkan ego masing-masing.

Menurut Nizma Agustjik, saat ini partai Islam kebanyakan belum jelas menampakkan ke-Islamannya dan hanya aktif bergerak ketika ada pemilu kecuali Partai Keadilan Sejahtera.

"Seharusnya partai Islam bisa bersatu, bekerjasama dan bersinergi untuk mewakili umat Islam Indonesia, minimal duduk bersama," ujarnya.

Menjawab hal itu, Hendri Lucky yang mewakili PKS mengungkapkan upaya untuk bersatu sudah dilakukan sejak awal.

Dia mengatakan sejak awal PKS selalu mengajak komponen umat untuk bersatu. Namun, sayang hingga sekarang masih belum bisa terwujud, ujar Ketua PIP PKS UK ini menambahkan.

Di akhir acara Dr. Syahrul Hidayat menyimpulkan bahwa pemilu merupakan sebuah milestone dalam yang tidak perlu menjadi sumber perpecahan umat Islam tetapi justru bisa mempersatukan umat agar bisa bersinergi.

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014