Hasil riset kualitatif menunjukkan kampanye negatif paling sering melanda empat partai terbesar menjelang Pileg 2014,"
Jakarta (ANTARA News) - Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan bahwa kampanye negatif menjelang Pileg 2014 paling sering ditujukan kepada empat parpol yakni Partai Golkar, PDI-P, Gerindra dan Demokrat.

"Hasil riset kualitatif menunjukkan kampanye negatif paling sering melanda empat partai terbesar menjelang Pileg 2014," kata peneliti LSI Adjie Alfaraby dalam konferensi pers bertajuk Kampanye Negatif dan Prediksi Hasil Pileg 2014, di Jakarta, Rabu.

Kampanye negatif terbaru yang ditujukan untuk Golkar yakni kasus Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang berpelesir ke Maladewa bersama artis-artis perempuan. Kasus ini kemudian menjadi ramai diperbincangkan di media sosial maupun media konvensional cetak dan elektronik.

Sementara PDI-P diserang soal pengkhianatan komitmen Batu Tulis dan Jokowi yang dinilai ingkar janji terkait komitmen lima tahun menjadi Gubernur Jakarta.

"Jokowi pun digambarkan menjadi pinokio yang hidungnya bertambah panjang karena berbohong," katanya.

Sementara Partai Gerindra terus diserang soal masa lalu ketua dewan pembinanya Prabowo Subianto dalam kasus penculikan aktivis tahun 1998.

Sedangkan Partai Demokrat, menurut dia, kini dihantam oleh pengakuan mantan ketua umumnya Anas Urbaningrum terkait penggunaan dana Century dalam kampanye Partai Demokrat di Pemilu 2009.

Akibat kampanye negatif ini, menurut dia, laju elektabilitas partai menjadi terhambat. "Setelah masa kampanye, rata-rata kenaikan empat partai itu kurang lebih hanya tiga persen," ujarnya.

Dalam hasil risetnya, sebesar 64,2 persen responden menilai kampanye negatif penting bagi mereka sebagai pembelajaran publik untuk mengetahui kekurangan dari kandidat atau parpol. Sementara 85,3 persen responden meyakini bahwa kampanye negatif dalam Pileg 2014 lebih sering digulirkan dibandingkan Pemilu 2009.

Menurut dia, kampanye negatif adalah kampanye yang berisi pesan-pesan negatif terhadap pihak lawan yang berdasarkan fakta yang jujur dan relevan. Kampanye negatif umumnya terkait rekam jejak para kandidat dalam pemerintahan, masalah pribadi kandidat dan skandal masa lalu yang pernah terjadi.

Menurutnya, di Indonesia kampanye negatif sering diartikan sebagai kampanye hitam. "Padahal dua jenis kampanye itu berbeda. Kalau kampanye hitam itu adalah pesan negatif terhadap kandidat yang tidak berdasarkan fakta, tidak ada sumber data yang bisa dipertanggungjawabkan," katanya.

Survei LSI ini dilakukan pada 22 - 26 Maret 2014, menggunakan metode multistage random sampling dengan 1.200 responden dengan margin of error sebesar lebih kurang 2,9 persen. Dalam survei yang dilaksanakan di 33 provinsi di Indonesia ini, LSI menegaskan bahwa surveinya dibiayai sendiri oleh LSI dari dana public interest yang telah dialokasikan setiap tahunnya. (*)

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014