Jakarta (ANTARA News) - Pemulihan ribuan hektare hutan dan lahan di dalam kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB) di Provinsi Riau pascaperambahan, pembalakan, dan pembakaran membutuhkan waktu ratusan tahun agar kondisinya kembali seperti semula.

"Kerusakannya ya kita kehilangan keanekaragaman hayati. Kami belum bisa tahu juga seberapa besar potensinya. Namun yang jelas membutuhkan waktu ratusan tahun untuk memperbaikinya," kata Executive Director Man and The Biosphere (MAB) UNESCO-Indonesia Yohanes Purwanto dalam keterangan pers yang disampaikan di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Kamis.

Kerusakan habitat flora dan fauna termasuk habitat harimau sumatra, menurut dia, merupakan kerugian besar. Begitu pula ancaman kerusakan tata air dan masalah asap.

Ia mengatakan penelitian untuk mengumpulkan data dasar keanekaragaman hayati di kawasan cagar biosfer telah dilakukan. Namun penelitian harus terus dilakukan untuk menggali lebih dalam dari masing-masing potensi kekayaan keanekaragaman hayati yang ada di sana.

"Kawasan ini sangat rentan, karena kondisi gambut dan penjagaannya yang sangat kurang, terutama di zona inti. Saya lihat masih ada open access bekas HPH yang pemerintah belum tetapkan siapa yang harus kelola, ini yang jadi pintu perambahan," ujar dia.

Sementara itu, peneliti senior LIPI Endang Sukara mengatakan harga keanekaragaman hayati sangat tinggi. Semakin banyak ilmu pengetahuan dilibatkan meneliti satu potensi keanekaragaman hayati maka semakin tinggi nilai potensi hayati tersebut.

"Sekarang ini kita jaga saja dulu, jangan sampai hilang. Kami maunya ada investasi masuk tapi sampai sekarang tidak ada (investasi) yang masuk ke sana," ujar Endang.

Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu memiliki luas 178.722 ha, yang pembentukannya digagas oleh perusahaan industri kehutanan yang beroperasi di Riau. Cagar biosfer tersebut diklaim merupakan kawasan yang unik karena adanya kolaborasi pengelolaan antara swasta dan pemerintah.

Cagar biosfer itu menyatukan dua kawasan konservasi, yakni Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil seluas 84.967 ha dengan Suaka Margasatwa Bukit Batu seluas 21.500 ha yang kemudian menjadi zona inti.

Zona penyangga yang berstatus hutan produksi yang tidak ditebangi lagi seluas 72.255 ha. Sedangkan pada zona penyangga dahulu pernah terbit izin yang kini sudah kedaluwarsa, seperti bekas dari PT Dexter Timber Perkasa Indonesia (31.745 ha), PT Satria Perkasa Agung (23.383 ha), PT Sakato Pratama Makmur (12.302 ha), dan PT Bukit Batu Hutani Alam (5.095 ha).

Selain itu, konsesi hutan tanaman industri PT Arara Abadi dari Sinar Mas Group juga berada di sekeliling cagar biosfer tersebut berupa hamparan kebun akasia yang membentuk seperti sabuk.

Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesai (LIPI) tahun 2007, kawasan Cagar Biosfer GSK-BB ini memiliki keanekaragaman hayati sekitar 126 jenis tumbuhan, 8 jenis reptil, sekitar 150 jenis burung, 10 jenis mamalia dan Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) yang terancam punah.  (V002/T007)

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014