Ekspos perkara terkait dengan pengadaan alkes untuk kebutuhan antisipasi luar biasa tahun 2005, penyidik telah menemukan dua alat bukti cukup dan SFS (Siti Fadilah Supari) yang bersangkutan adalah Menkes periode 2004--2009 dan ditetapkan sebagai ters
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan.

"Ekspos perkara terkait dengan pengadaan alkes untuk kebutuhan antisipasi luar biasa tahun 2005, penyidik telah menemukan dua alat bukti cukup dan SFS (Siti Fadilah Supari) yang bersangkutan adalah Menkes periode 2004--2009 dan ditetapkan sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya, Jakarta, Jumat.

Sebelumnya, kasus yang menyangkut salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu dilimpahkan oleh kepolisian kepada KPK beberapa waktu lalu.

"Kasus ini merupakan pelimpahan dari Mabes Polri. Kasus ini juga terkait dengan beberapa kasus yang pernah ditangani KPK yaitu alkes. Sprindik (surat perintah penyidikan) untuk SFS keluar pada tanggal 3 April 2014," kata Johan.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sendiri mengatakan bahwa pihaknya KPK akan mengulang penyidikan kasus Siti meski telah diproses di Kepolisian.

Sebelumnya, Siti Fadilah telah menjadi tersangka sebagaimana hasil penyidikan kepolisian. Meski begitu, hasil penyidikan kepolisian akan tetap digunakan untuk rujukan.

"Kami akan mengulang prosesnya, kami menetapkan pasal sendiri. Dalam prosesnya kami akan mengulang lagi," ucapnya.

Sebenarnya, kata dia, waktu ditarik ke KPK (dari Kepolisian), semakin mudah bagi KPK karena pihaknya sudah punya cukup banyak bukti dan informasi. Namun, memang harus ditanya ulang lagi.

Siti Fadilah dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 56 Ayat (2) KUHP.

Dia terancam hukuman pidana paling lama 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
(A061/D007)

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014