PBB, New York (ANTARA News) - Program Pangan Dunia (WFP), Selasa (8/4), memperingatkan potensi kemarau akan makin melumpuhkan kondisi keamanan pangan yang sudah rawan di Suriah --tempat sebanyak empat juta orang menerima bantuan dari lembaga pangan PBB itu pada Maret.

"Pengulas keamanan pangan WFP mengatakan curah hujan sejak September telah berkurang separuh curah hujan rata-rata jangka panjang, dan akan memiliki dampak besar pada panen gandum berikutnya," kata Farhan Haq, Wakil Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB, dengan mengutip laporan khusus yang disiarkan oleh WFP.

"Dengan tiga-perempat musim hujan menghilang, tampaknya tak mungkin terjadi pemulihan penting pada musim pertanian saat ini," katanya.

Data mengenai curah hujan memperlihatkan provinsi yang paling parah terpengaruh adalah penghasil hampir 50 persen produksi gandum, kata Hag sebagaimana dilaporkan Xinhua.

Laporan WFP itu mengatakan kondisi kering, yang juga memengaruhi sebagian besar wilayah Timur Tengah, akan menambah parah dampak perang saudara pada sektor pertanian.

Produksi gandum diperkirakan berjumlah 1,7 sampai 2,0 juta ton meter kubik, tak mencapai kebutuhan gandum di negeri tersebut --yang berjumlah 5,1 juta ton meter kubik tahun lalu.

Kehidupan ternak dan tanaman juga akan terkena dampak akibat kekurangan air dan buruknya ketersediaan padang rumput, katanya.

Di bagian barat-laut negara yang dicabik pertempuran itu, terutama di Aleppo, Idbel dan Hama adalah yang terpengaruh paling parah. Kondisi buruk juga terjadi sampai ke Raqqa dan Hassakeh Selatan serta berbagai daerah di Deir Ezzor.

Sebagian besar wilayah itu memperlihatkan perkembangan panen yang buruk, dan di beberapa tempat, situasinya sangat parah sehingga dapat menyamai kondisi kemarau 2008 di Suriah, kata laporan tersebut.

Menurut laporan itu, konflik juga telah menghancurkan kapasitas irigasi, merusak pompa dan saluran air, dan mengakibatkan listrik padam, merusak traktor serta menimbulkan kondisi tak aman untuk bekerja di tempat terbuka.

Lebih dari 150.000 orang tewas dan jutaan orang lagi meninggalkan tempat tinggal mereka di Suriah, sejak oposisi memulai protes pada Maret 2011, yang belakangan berubah menjadi perang antara militer Suriah dan gerilyawan bersenjata.


Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014