Jakarta (ANTARA News) - Tidak ada politisi yang bermimpi menghabiskan karir politiknya di penjara, tapi beberapa ada yang harus menghabiskan sebagian masa mereka di balik jeruji.

Pada pemilihan umum anggota legislatif tahun ini, beberapa politisi harus menggunakan hak pilih mereka di penjara, termasuk di antaranya politisi yang sedang mendekam di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mereka mencoblos surat suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) tambahan di depan rumah tahanan KPK, yang masuk dalam wilayah Kelurahan Karet, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan, pada pemungutan suara Pemilu Legislatif Rabu (9/4).

Ruang tunggu rumah tahanan digunakan sebagai tempat pemungutan suara dengan dua bilik suara, meja tempat tiga kotak surat suara untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah serta meja tempat menaruh tinta penanda.

Pemungutan suara di rumah tahanan itu dijadwalkan mulai pukul 09.00 WIB namun molor hingga pukul 10.15 WIB, membuat puluhan wartawan yang sudah menunggu di gedung KPK sejak pukul 08.00 WIB gelisah.

Kegiatan pemungutan suara dimulai setelah sembilan tahanan datang menumpang mobil tahanan besar dari rutan Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur Kodam Jaya.

Para tahanan itu tidak mengenakan rompi tahanan berwarna jingga terang saat menggunakan hak pilih.

Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq menjadi tahanan pertama yang menggunakan hak pilih. Ia tersenyum memamerkan tiga surat suaranya saat menuju bilik suara.

Setelah memasukkan surat suara yang sudah dicoblos, Luthfi memamerkan jari kelingkingnya yang telah bertinta sambil membentuk angka tiga dengan jarinya, nomor urut PKS pada Pemilu 2014.

"Hidup mati saya untuk PKS," kata Luthfi usai memilih.

"Pasti tiga besar," tambah Luthfi, yang divonis mendapat hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait pengurusan penambahan kuota impor daging sapi dan tindak pidana pencucian uang.

Selanjutnya ada mantan bupati Gunung Mas Hambit Bintih, yang sudah divonis mendapat hukuman empat tahun penjara dan denda Rp150 juta karena terbukti memberikan suap kepada Akil Mochtar, saat dia menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.

Akil Mochtar, yang juga mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, pun menggunakan hak pilih di rumah tahanan KPK.

"Ribut saja lo, kayak milih aja. Pulang sana, pilih nomor lima," kata Akil kepada wartawan sebelum mencoblos. Nomor lima adalah urut Partai Golkar.

Usai menggunakan hak pilih, Akil yang mengenakan kaus berkerah putih dengan garis hitam hanya menunjukkan jari kelingkingnya yang berlumur tinta tanpa menjelaskan caleg dari partai nomor lima pilihannya.

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng mendapat giliran menggunakan hak pilih setelah Akil.

Mengenakan kemeja batik warna biru dipadu celana bahan warna hitam dan sepatu olahraga bercorak biru, Andi memperhatikan kertas suaranya selama sekitar tiga menit.

Selesai mencoblos, mantan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat tersebut tersenyum sambil menunjukkan susunan jari berangka tujuh, nomor urut Partai Demokrat.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga menggunakan hak pilihnya.

"Aku ra popo (enggak apa-apa)," kata Anas lalu tersenyum usai memberikan suara.

"Orang yang saya pilih atau partai yang saya pilih biasanya menang. Masalahnya di daftar tidak ada nama Pak SBY, jadi tidak jadi saya pilih," kata Anas lalu tersenyum.

Setelah Anas, ada pengusaha Tubagus Chaeri Wardani alias Wawan yang memberikan suara.

Adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah itu tampak santai namun tidak berkomentar apakah tetap memilih Partai Golkar yang telah membesarkan nama kakaknya.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa juga menggunakan hak pilih di sana, namun tidak memberikan komentar usai mencoblos.

Sementara politisi lain yang menjadi tahanan KPK, mantan Ketua Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Izederik Emir Moeis menggunakan hak suara di Rumah Sakit Harapan Kita karena sakit.


Tahanan lain

Jumlah tahanan di Rutan KPK ada 24 orang. Namun satu di antaranya, mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Pol Djoko Susilo, tidak lagi memiliki hak suara dan satu tahanan lain, Emis Moeis, memilih di rumah sakit.

Selain para politisi itu, tahanan KPK lain yang berasal dari berbagai lembaga dan perusahaan juga menggunakan hak mereka untuk memilih wakil rakyat.

Tahanan lain yang menggunakan hak pilih di antaranya advokat Susi Tur Andyani, direktur keuangan PT The Master Steel Manufactory Diah Soemedi.

Selanjutnya ada mantan staf Pusdiklat Manajemen dan Kepemimpinan Mahkamah Agung Djodi Supratman yang sudah divonis dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima uang untuk mengurus perkara kasasi.

Lalu ada mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya; mantan Kepala Kejaksaan Negeri Praya Nusa Tenggara Barat M Subri; pengusaha yang menjadi tim sukses Hambit Bintih, Cornelis Nalau Antun; dan Operational Manager PT Kernel Oil Pte Limited Simon Gunawan Tandjaya.

Mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Syahrul R. Sempurnajaya, mantan Wakil Rektor Universitas Indonesia Tafsir Nurchamid, dan mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini juga memilih wakil rakyat di rumah tahanan KPK.

Demikian juga dengan Fathanah, orang dekat Luthfi Hasan Ishaaq. 

"Saya nyoblos istri," kata Fathanah sambil tertawa sebelum mencoblos di bilik suara.

Setelah memasukkan surat suara ke kotak suara ia pun mengatakan, "Ada berapa jumlah kotak ini?" kata Fathanah saat menjawab pertanyaan wartawan mengenai pilihannya.

Kotak yang dimaksud adalah kotak tempat surat suara untuk anggota DPR, DPRD dan DPD jumlahnya tiga, nomor urut PKS.

Surat suara dari TPS khusus 21 akan digabungkan dan dihitung bersama hasil pemungutan suara TPS induk yaitu TPS 21.

"Surat suara dari sini akan dihitung di TPS 21 sehingga surat akan dicampur dan tidak akan ketahuan siapa pemenangnya dari sini," kata Ketua Kepala Panitia Pemungutan Suara Muhammad Andi.

Bersama dengan lebih dari 100 juta suara penduduk Indonesia yang lain, suara dari 22 tahanan KPK itu akan menetukan masa depan (politik) Indonesia.

Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014