Yogyakarta (ANTARA News) - Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan pencetak sumber daya manusia yang unggul, baik dari segi ilmu pengetahuan maupun keahlian, dituntut responsif dalam mempersiapkan para lulusannya menghadapi ASEAN Economic Community 2015 atau Masyarakat konomi ASEAN (MEA).

"Hal itu penting karena Indonesia sebagai salah satu penandatangan kesepakatan regional tersebut akan mulai membuka pasar domestiknya bagi arus pasar bebas di antara negara-negara ASEAN," kata praktisi bisnis Syafri Yuzal di Yogyakarta, Sabtu.

Pada seminar "Peningkatan Daya Saing Lulusan International Program Universitas Islam Indonesia di Kawasan Asia Tenggara", ia mengatakan pasar bebas itu tidak hanya pada arus barang, tetapi juga sektor jasa yang banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia.

"Dengan dibukanya keran AEC 2015, maka tenaga kerja asing juga mempunyai kesempatan yang sama untuk memperebutkan lapangan kerja di Indonesia. Hal inilah yang selayaknya menjadi perhatian bagi segenap aktor pendidikan tinggi di Tanah Air," katanya.

Menurut dia, tantangan nyata yang akan dihadapi oleh tenaga kerja Indonesia ketika pasar persaingan telah benar-benar terbuka, seiring dengan implementasi AEC di antaranya tuntutan kompetensi dan sertifikasi internasional.

"Kompetensi dan sertifikasi internasional itu harus dimiliki oleh tenaga kerja terdidik Indonesia agar dapat bekerja di negara-negara ASEAN," kata alumnus International Program (IP) Universitas Islam Indonesia (UII) itu.

Ia mengatakan salah satu permasalahan adalah Indonesia belum mempunyai standardisasi nasional dalam sektor finansial dan jasa. Apalagi dalam sertifikasi internasional untuk para lulusan perguruan tinggi dalam negeri.

"Hanya beberapa perguruan tinggi di Indonesia yang telah secara serius memperjuangkan Mutual Recognition Agreement dengan negara ASEAN lainnya, sehingga lulusannya diakui," katanya.

Menurut dia, tenaga kerja Indonesia sebenarnya mempunyai kemampuan teknis yang setara dengan tenaga asing. Namun karena kendala "soft skill" dan penguasaan bahasa, tenaga kerja Indonesia belum sepenuhnya dapat "go international".

"Oleh karena itu, selain mulai menambah skill tenaga kerja Indonesia, juga sangat penting untuk mengikis rasa rendah diri ketika berhadapan dengan tenaga kerja asing," katanya.(*)

Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014