Jakarta (ANTARA News) - Komisi Yudisial tidak menghadiri undangan Mahkamah Konstitusi sebagai pemberi keterangan sidang pengujian UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Komisi Yudisial telah kami undang sebagai pemberi keterangan, namun tidak datang," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva, saat sidang gugatan ketentuan kewenangan DPR dalam memilih calon anggota Komisi Yudisial (KY) dan calon anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa.

Selain KY, perwakilan DPR juga tidak hadir dalam sidang ini, sedangkan yang hadir adalah pemerintah yang diwakili oleh Pjs Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham Mualimin Abdi, Wakil Ketua KPK Bambang Widjoyanto dan pihak pemohon.

"KPK di sini hanya sebagai pihak pemberi keterangan, sementara untuk pembuktiannya tetap dilakukan oleh pemohon dan pemerintah," kata Hamdan.

Ketika dihubungi wartawan, Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri tidak mengetahui kalau pihaknya diundang oleh MK. "Saya tidak tahu kalau diundang, mungkin ketua (Ketua KY Suparman Marzuki) mengetahuinya," ungkap Taufiq.

Namun demikian, kata Taufiq, pihaknya menyerahkan kepada pemerintah dan KY tidak memilki urgensi dalam sidang ini. "Itu kan politik DPR dan pemerintah, toh gak akan mengurangi kewenangan KY. Bagi KY tak ada urgensi," jelasnya.

Taufiq menyerahkan sepenuhnya sidang ini ke pemerintah dan DPR, serta akan menerima apa putusan MK nantinya.

"KY ikut aja, mau lewat DPR atau tidak lewat DPR (seleksi anggota KY), terserah aja. Sama saja, tidak ada urgensi, kecuali ada terkait kewenangan KY," katanya.

Pengujian UU KY dan KPK ini dimihonkan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Prof Edy Suandi Hamid dan dosen Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Sri Hastuti Puspitasari, yang menggugat kewenangan DPR dalam memilih calon anggota KY dan calon anggota KPK.

Mereka menguji Pasal 28 ayat (6), Pasal 28 ayat (3) huruf c, dan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial dan Pasal 30 ayat (1), ayat (10), dan ayat (11) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Pemohon meminta MK membatalkan kata "memilih" dalam Pasal 28 ayat (6) UU KY dan kata "dipilih" dan frasa "memilih dan menetapkan" dalam Pasal 30 ayat (1), (10), (11) UU KPK sepanjang dimaknai "persetujuan".

Selain itu, frasa sebanyak tiga kali dalam Pasal 37 ayat (1) UU KY harus dimaknai "sebanyak sama dengan". "Frasa sebanyak 21 dalam Pasal 28 ayat (3) huruf c UU KY bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat sepanjang tidak dimaknai sebanyak tujuh calon.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014