Jakarta (ANTARA News) - Saat berobat ke dokter seringkali pasien akan diberi obat utama yang akan menyembuhkan penyakitnya dan juga diberi antibiotik.

Namun, ketika merasa badan sudah sehat, ia tidak lagi menghabiskan seluruh obat termasuk antibiotik yang seharusnya dihabiskan.

"Misalnya kuman yang menyerang kita sepuluh. Hari pertama dua (kuman) mati, hari kedua empat mati, hari ketiga (sudah) enam mati. Nah pada saat hari ketiga gejalanya sudah enggak ada, Namun kumannya sudah habis belum? Belum," jelas Dr. M. Ikhsan Mokoagow, SpPD., M. Med. Sci, seorang spesialis penyakit dalam, saat ditemui pada satu acara di Jakarta Pusat, Selasa.

Dr. Ikhsan mengakui kesadaran akan menghabiskan antibiotik memang sudah lebih baik saat ini. Namun ia juga mengakui bahwa pengetahuan yang sudah membaik tidak serta merta mengubah perilaku masyarakat secara keseluruhan.

Mantan Chief Resident sebuah rumah sakit pemerintah ini menambahkan bahwa peran seluruh elemen dalam kesehatan seperti dokter, pemerintah, dan pasien sangat penting untuk meningkatkan kesadaran untuk menghabiskan antibiotik.

Namun Dr Ikhsan juga berpendapat,  dokter saja tidak cukup berperan untuk memberitahukan sepenting apa meminum obat, termasuk menghabiskan antibiotik, karena pasien pun punya peran untuk mencari tahu itu semua.

"Ada asimetri informasi. Dokternya tahu banyak pasiennya enggak tahu banyak. Nah jangan dokternya disuruh turunin (tentang pengetahuan kesehatan), pasiennya naikin dong. Jadi ada kesetaraan informasi, " jelasnya.

"Ada pengetahuan yang dinaikkan sehingga lebih mudah terjalin komunikasi," tutup peraih penghargaan di bidang alergi imunologi 2012 ini.

Pewarta: Novina Bestari
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014