Isran diperiksa untuk kasus TPPU Anas. Sedangkan Anas sendiri diperiksa sebagai tersangka pada hari ini.
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bupati Kutai Timur, Isran Noor, dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang dengan tersangka mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

"Undangan dari KPK terkait sebagai saksi mengenai kasus Pak Anas Urbaningrum tapi saya tidak tahu persis terkait apa," kata Isran di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan bahwa Isran diperiksa untuk kasus TPPU Anas. Sedangkan Anas sendiri diperiksa sebagai tersangka pada hari ini.

Isran adalah merupakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Kalimantan Timur namun karena gagal menjadi peserta konvensi calon presiden dari partai tersebut dan akhirnya mengikuti konvensi rakyat yang digagas KH Salahudin Wahid yaitu adik kandung mantan Presiden Abdurrahaman Wahid.

"Mudah-mudahan nanti ketemu di sana," kata Anas saat datang ke gedung KPK menanggapi pemeriksaan Isran untuk dirinya.

Anas pun memberikan komentar singkat mengenai konvensi partai yang membesarkan namanya tersebut.

"Konvensi kan sudah dimulai pasti akan diakhiri mustinya, apakah hasilkan calon presiden atau calon wakil presiden kita tidak tahu, dulu katakan lihat hasil survei, siapapun pemenang konvensi akan sulit untuk menang cawapres. Pak Lurah kan marah waktu itu, saya tak tahu akan menang atau tidak," kata Anas.

Dalam kasus TPPU, KPK sudah menyita tiga bidang tanah di desa Panggungharjo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta atas nama ipar Anas, Dina Zad; selanjutnya menyita dua bidang tanah di Kelurahan Mantrijeron Yogyakarta seluas 7.670 meter persegi dan 200 meter persegi atas nama mertua Anas, Attabik Ali dan rumah Anas di Jalan Selat Makassar dan Jalan Teluk Langsa C9/22 di Duren Sawit Jakarta Timur yang juga diatasnamakan Atabik Ali.

Anas disangkakan melakukan TPPU sejak 5 Maret lalu dengan sangkaan pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari kejahatan.

Ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Pengenaan pasal tersebut memberikan kewenangan KPK untuk menyita harta kekayaan Wawan yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.

Selain itu, Anas juga diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain.

KPK menyangkakan Anas berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4--20 tahun dan pidana denda Rp200--Rp1 miliar.

Anas dalam surat dakwaan mantan Menpora Andi Mallarangeng mendapat Rp2,21 miliar saat masih menjabat sebagai anggota DPR untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.

(D017)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014