Beijing, (ANTARA News) - Suatu penelitian yang dimuat  American Journal of Psychiatry  menunjukkan bahwa efek buruk dari pengalaman "di-bully" (diintimidasi) pada masa kanak-kanak dapat berlangsung selama bertahun-tahun, dan menyebabkan gangguan kesehatan fisik dan kognitif.

Peneliti dari King's College London, Louise Arseneault, mengatakan orang yang semasa kecilnya sering "di-bully" atau diintimidasi berisiko besar mengalami depresi, kecemasan, serta memiliki kualitas hidup yang kurang baik bahkan hingga usia 50 tahun.

" Kita harus menyadari bahwa bullying memiliki dampak jangka panjang bagi anak-anak," kata Louise.

Penelitian tersebut dilakukan dengan melacak data dari 7.770 orang, mulai dari berusia tujuh tahun sampai mereka berusia 50 tahun.

Dengan melihat data hampir 7.770 anak-anak Inggris yang lahir pada 1958, peneliti mengungkapkan bahwa mereka yang mengalami intimidasi semasa kanak-kanak, yakni ketika berusia 7-11 tahun, lebih berisiko menderita berbagai masalah kesehatan dan sosial, bahkan sampai usia 50.

Mereka yang ditindas di masa kecil biasanya pada usia 50 tahun cenderung memiliki kesehatan mental dan fungsi kognitif yang lebih buruk dibandingkan orang yang tidak mengalaminya.

Orang yang sering diganggu di masa kecilnya akan lebih mungkin mengalami depresi dan peningkatan risiko gangguan kecemasan serta mengembangkan pikiran untuk bunuh diri ketika dewasa.

Penelitian sebelumnya dari Universitas Warwick menemukan bahwa kasus "bully" pada anak-anak memiliki dampak negatif jangka panjang bagi kesehatan, prospek pekerjaan, dan hubungan di saat dewasa.

Penelitian yang mencakup sekitar 1.400 peserta itu mengungkapkan bahwa kasus "bully" pada masa kanak-kanak membawa serangkaian dampak negatif pada kesehatan mental, pekerjaan, dan hubungan sosial si korban, yang bisa berlangsung hingga 15 tahun.

"Efek negatif dari penindasan atau intimidasi pada masa kecil bisa berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya. Korban memiliki risiko yang lebih tinggi menderita depresi, gangguan kesehatan, dan bahkan menjadi pengangguran di usia pertengahan," kata Dr Ryu Takizawa.

"Mereka juga cenderung memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah. Hubungan sosial mereka juga terpengaruh, dengan kemungkinan lebih rendah untuk berada dalam suatu hubungan atau memiliki dukungan sosial yang baik," ujarnya seperti dikutip xinhuanet.com.

Penerjemah: Yuni Arisandy
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014