Saya memperkirakan banyak caleg yang melakukan politik uang justru terpilih sebagai anggota DPR RI,"
Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR RI Hajriyanto Y Thohari mengkhawatirkan legitimasi DPR RI periode 2014-2019 semakin menurun karena praktik politik uang yang masif pada Pemilu Legislatif 2014.

"Saya memperkirakan banyak caleg yang melakukan politik uang justru terpilih sebagai anggota DPR RI," kata Hajriyanto Y Thohari di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Menurut Wakil Ketua MPR itu, jika hal ini sampai terjadi maka dikhawatirkan kinerja anggota DPR RI periode 2014--2019 pun akan semakin menurun.

Ketua DPP Partai Golkar ini mengingatkan KPU sebagai penyelenggara pemilu dan Bawaslu sebagai pengawas pemilu harus bertindak tegas memproses dan memberikan sanksi terhadap caleg yang melakukan politik uang sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat.

"Jika ada beberapa caleg yang melakukan praktik politik uang, kemudian diproses dan diberikan sanksi, maka dapat menumbuhkan kepercayaan publik bahwa pelaku politik uang sudah diberikan sanksi," katanya.

Namun, kata dia, jika tidak ada tindakan dari KPU, Bawaslu, atau lembaga pengawas lainnya, dia khawatir anggota DPR RI periode 2014-2019 kinerjanya menurun dan membuat aturan perundangan yang tidak prorakyat.

Hajriyanto berpandangan semakin masifnya praktik politik uang pada Pemilu Legislatif 2014 karena pada pemilu sebelumnya tidak ada penindakan tegas terhadap pelaku politik uang.

"Praktik politik uang ini semakin masif karena caleg dan pemilih semakin paham. Apalagi broker yang menguasai peta lapangan semakin canggih," katanya.

Dia melihat ada beberapa faktor yang mendorong semakin masifnya praktik uang pada Pemilu Legislatif 2014, antara lain sistem pemilu proporsional terbuka yang mengakibatkan caleg berkampanye secara personal sehingga terjadi persaingan sesama caleg di internal partai.

"Pada sistem pemilu seperti ini, para broker lebih mudah melakukan negosiasi dengan masing-masing caleg untuk menawarkan suara," katanya.

Kemudian, faktor kemiskinan dan tingkat pendidikan rakyat Indonesia yang rata-rata hanya kelas dua SMP sehingga banyak pemilih yang pragmatis.

Selain itu, kata dia, kultur politik di Indonesia sudah terlanjur akrab dengan pratik politik uang, mulai dari pemilihan kepala desa, pemilihan kepala daerah, hingga pemilu legislatif. (*)

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014