Jakarta (ANTARA News) - Banyak yang tahu gading gajah bisa disulap menjadi pajangan hingga pehiasan.   "Ketika kita melihat aksesori yang cantik ini, seberapa sering kita memikirkan tentang gajahnya," kata Nadya Hutagalung dalam film dokumenter "Let Elephants Be Elephants".  

Sebulan berada di Kenya, Nadya mulai memahami bahwa populasi gajah Afrika semakin menipis akibat perburuan liar. Dr. Tammie Matson, ahli gajah, memperkirakan setiap hari, Afrika kehilangan 100 ekor gajah yang dibunuh untuk diambil gadingnya.  

Tak hanya pejantan, gajah betina pun turut dibantai. Di Afrika, gajah betina dan jantan memang memiliki gading. Gajah betina menjadi pemimpin kawanannya. Dia lah yang tahu di mana makanan berada dan tempat-tempat yang aman untuk ditinggali.  

Bayangkan ketika sang induk mati untuk diambil gadingnya. Kawanan gajah itu tercerai-berai. Gajah memiliki ikatan yang kuat dengan kawanannya. Mereka hidup dalam waktu yang lama bersama keluarganya itu.  

Dr. Iain Douglas-Hamilton dari Save The Elephants, dalam film tersebut mengatakan ketika gajah dewasa, jantan dan betina, yang bergading besar, para pemburu juga mengincar gajah yang lebih kecil.  

Berkurangnya gajah di Afrika berkaitan erat dengan benua Asia. Asia merupakan pasar terbesar gading gajah. Matson mengatakan 70 persen pasar gading gajah berada di China.Sementara itu, Thailand menjual gading gajah secara bebas.  

Perburuan gajah semakin menjadi sejak tahun 2006. Meningkatnya permintaan gading dari Asia membuat angka perburuan liar gajah meningkat.  

"Masih banyak yang belum sadar, sekarang hanya tinggal setengah juta gajah di Afrika," kata Matson, saat jumpa pers.   Hampir 100 gajah hilang dari Afrika setiap hari. Dalam setahun, 30.000 gajah Afrika dibunuh karena perdagangan gading gajah.  

Saat membuat film di Taman Nasional Amboseli, Ol Donyo, Kenya, Nadya melihat sendiri gajah mati yang telah diambil gadingnya ditinggalkan begitu saja. (*)

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014