ilai kerugian negaranya masih dihitung"
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah lima orang terkait kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (E-KTP) tahun anggaran 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri.

"KPK telah mengirimkan permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri kepada Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk lima orang sejak 24 April 2014 hingga enam bulan mendatang," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Gedung KPK Jakarta, Jumat.

Kelima orang itu adalah mantan Direktur Perum Percetakan Negara Isnu Edhi Wijaya, dua orang pegawai negeri sipil Kementerian Dalam Negeri yakni Sugiharto dan Irman, Direktur Quadra Solution Anang Sugiana S dan Andi Agustinus dari pihak swasta.

KPK telah menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka dalam ini.

"Pagu anggaran pengadaan paket tersebut adalah sebesar Rp6 triliun, namun nilai kerugian negaranya masih dihitung," tambah Johan.

Selain mencegah kelima orang ini, KPK juga memeriksa saksi-saksi kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kasus pengadaan KTP elektronik.

Saksi yang diperiksa hari ini adalah Kepala Subdit Identitas Penduduk Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Drajat Wisnu Setyawan, Pegawai Negeri Sipil di Kemendagri Pringgo Hadi Tjahyono, PNS Husni Fahmi dan Suciati, mantan Direktur Umum Percetakan Negara Isnu Edhi Wijaya, Direktur Produksi PNRI Yuniarto, pihak swasta Andres Ginting, dan Direktur Keuangan PT Quadra Solution Willy Nusantara Najoan.

Sugiharto dijerat pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 pasal 64 ayat (1) KUHP, kata Johan.

Pasal tersebut mengatur perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, dan penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan dan perekonomian negara.

Pelanggaranya terancam pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Imam Santoso
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014