Kita tidak mungkin mencegah hujan agar tidak terlalu banyak, atau gunung api meletus, gempa bumi. Biarlah semua ini terjadi, namun kita harus bisa menata ruang berbasis risiko bencana. Risiko bencana kita tekan,"
Manado (ANTARA News) - Staf ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Surono, mengharapkan sebuah kejujuran dalam menata ruang guna menekan sekecil mungkin terkena dampak bencana seperti gunung meletus.

"Kita tidak mungkin mencegah hujan agar tidak terlalu banyak, atau gunung api meletus, gempa bumi. Biarlah semua ini terjadi, namun kita harus bisa menata ruang berbasis risiko bencana. Risiko bencana kita tekan," katanya saat menjadi narasumber dalam diskusi publik geliat ekonomi pascabencana banjir bandang di Manado, Sabtu.

Dia mengatakan, dalam mengurangi risiko bencana, jalur evakuasi harus dibuat, kantor tidak boleh tutup atau hancur pada saat bencana. Membangun membangun sistem ekonomi yang tepat dengan mewujudkan pasar pada tempatnya.

"Saya akui penataan ruang lebih berbasis ekonomi. Setinggi mungkin, sebesar mungkin untuk penguatan hal tadi. Namun yang penting diperhatian adalah bencana bisa dalam satu detik, empat detik menghancurkan semua yang diharapkan mendatangkan PAD sebesar besarnya. Itulah yang sering disesali," katanya.

Menurut dia, menyesal kemudian tapi tidak pernah memperhatian Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, atau Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang mengamanatkan pembangunan di daerah berisiko bencana tanpa diikuti analisis risiko dan terjadi bencana dapat dipidana atau didenda.

Dia menambahkan, panataan ruang berbasis bencana gampang diomongkan, tapi membutuhkan perdebatan lama.

"Kenapa? Penataan ruang berbasis bencana di situ seluruh jalur kehidupan harus dijamin. Harus ada ketahanan komunitas masyarakat saat menghadapi bencana. Yang harus menolong masyarakat Sinabung, misalkan, adalah warga Sinabung sendiri. Tidak mungkin yang menolong orang yang berasal dari luar," kata Surono.

Dia mencontohkan ketahanan masyarakat Uogyakarta saat terjadi gempa bumi dan letusan Gunung Merapi pada 2006.

Pada saat itu, kata dia, masyarakat bisa melenting kembali setelah terpuruk beberapa waktu dan bisa kembali pulih.

"Begitu dua tahun orang Eropa dan Amerika ingin melihat dampak bencana, mereka bertanya-tanya mana bekas-bekas bencana, tetapi tidak ditemukan. Masyarakat lebih cepat bangkit setelah terpuruk akibat bencana," katanya.

(KR-KAP/T007)

Pewarta: Karel A Polakitan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014