Denpasar (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Soebagyo mengusulkan kuota alokasi anggaran untuk beras miskin (raskin)  dialihkan untuk perbaikan infrastruktur pertanian.

"Alokasi subsidi pangan untuk raskin yang tahun ini sekitar Rp18,8 triliun, sebaiknya dikonversikan untuk wilayah-wilayah penyangga pangan. Uang itu diberikan kepada masyarakat dengan pola swakelola untuk memperbaiki infrastruktur pertanian," katanya di sela-sela kunjungan kerjanya bersama rombongan Komisi IV DPR, di Denpasar, Selasa.

Menurut dia, dalam beberapa kali kunjungan kerja, tidak sedikit warga kelompok tani yang menginginkan supaya dibangun embung-embung untuk penadah hujan dan perbaikan irigasi teknis.

"Kualitas beras yang disalurkan itu tidak bagus, jumlahnya tidak tepat, sasarannya juga kerap tidak semata pada keluarga miskin. Oleh karena itu, saat ini kami sedang makukan kajian-kajian," kata Firman.

Firman menambahkan, jika rata-rata yang dialoksikan untuk raskin Rp15 triliun saja/tahun, berarti dalam lima tahun sudah dapat terkumpul Rp60 triliun.

Jumlah tersebut sudah sangat cukup untuk perbaikan berbagai infrastruktur pertanian.

"Masyarakat juga kerap menganggap pantaslah kualitas raskin buruk karena harga perkilogram hanya Rp1.600. Padahal sebenarnya kualitas beras setiap kilogram yang diberikan itu seharga Rp7.500, masyarakat hanya membayar Rp1.600 karena Rp5.900 setiap kilogramnya sudah disubsidi oleh pemerintah," ujarnya.

Di sisi lain, Firman pun menyarankan agar subsidi pupuk yang besarnya Rp21 triliun harus dikaji kembali dan dipikirkan langkah-langkah yang tepat.

Menurut dia, selama ini terlalu banyak menggunakan pupuk anorganik, maka fungsi lahan sudah mulai kritis dan hal ini harus segera diperbaiki.

"Demikian juga dengan dana alokasi khusus (DAK) kalau sudah diputuskan di tingkat pusat, sebaiknya di bawah jangan diubah lagi karena sudah dipertimbangkan aspek administratif dan teknis. Ketika dimasukkan APBD, kerap diubah di DPRD untuk kepentingan lain sehingga menjadi tidak maksimal untuk pengembangan pertanian," katanya.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014