Mau tidak mau infrastrukturnya harus dibenahi,"
Jakarta (ANTARA News) - Pakar ekonomi Universitas Diponegoro FX Soegijanto mengimbau pemerintah segera membenahi infrastuktur yang dinilai belum memadai untuk menghadapi persaingan pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015.

"Mau tidak mau infrastrukturnya harus dibenahi," kata Soegijanto kepada Antara di Jakarta, Selasa.

Soegijanto mengatakan infrastruktur harus digenjot mengingat daya saing produk dalam negeri juga terancam anjlok dengan adanya kenaikan tarif dasar listrik mulai 1 Mei.

Tidak bisa dihindari, lanjut dia, biaya produksi yang membangkak karena kenaikan biaya listrik sendiri menyumbang hingga 20 persen dari biaya produksi.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No 9 Tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan Oleh PLN yang mengatur kenaikan tarif listrik industri besar itu.

Kenaikan tarif pelanggan industri skala besar yang memakai listrik bertegangan menengah dengan daya di atas 200 kVA atau I3 khusus perusahaan berstatus terbuka ditetapkan 8,6 persen per dua bulan sekali.

Kenaikan tarif listrik untuk pelanggan industri yang memakai jaringan bertegangan tinggi dengan daya di atas 30.000 kVA atau golongan I4 ditetapkan 13,3 persen per dua bulan sekali.

Pemerintah memberlakukan kenaikan tarif dengan besaran 8,6 persen untuk I3 dan 13,3 persen untuk I4 tersebut sebanyak empat kali dalam 2014.

Hal sama juga disampaikan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance Akhmad Heri Firdaus yang mengimbau pemerintah untuk memberikan jaminan kepada asing untuk berinvestasi di sektor infrastruktur di Indonesia.

Jaminan tersebut, dia menyebutkan, yakni birokrasi, seperti kemudahan perizinan serta insentif.

"Kepastian jaminan ini yang diperlukan untuk keamanan berinvestasi, selama ini kan birokrasi masih berbelit," katanya.

Dia menilai positif daftar investasi negatif yang berisi pelonggaran akses asing di bidang usaha kerja sama untuk proyek infrasturktur dan pengetatan untuk akses minyak dan gas bumi.

DNI tersebut tertera dalam Revisi Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Modal.

"Tentunya asing berinvestasi punya tujuan rasional, hal ini perlu didukung juga di sektor riil, bukan di bahan mentah yang hanya akan mengeruk kekayaan kita," katanya. (*)

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014